Jumat, 09 Desember 2016

Polri Minta Masyarakat Bijak Gunakan Medsos Agar Tak Terjerat UU ITE


JAKARTA – Polri telah mengamankan sebanyak 11 orang terkait dugaan pemufakatan jahat atau makar dengan sangkaan pasal UU ITE terkait ajakan masyarakat untuk membuat kerusuhan dalam aksi Bela Islam III. Untuk itu, Polri mengimbau masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak mengunggah gambar ataupun kalimat yang mengajak kerusuhan. “Masyarakat lebih hati-hati dan bijak dalam media sosial, supaya tidak jadi korban atau dinilai menyebar kebencian di media sosial,” ujar Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta, Jumat (9/12/2016). Hal itu disampaikan karena siapapun yang diduga melakukan penebar kebencian, Polri akan memproses secara hukum seperti Buni Yani yang menyebarkan video di Facebook, Jamran, Rizal Kobar dan Hatta Taliwang. “Terkait ujaran kebencian pasti Polri akan proses penegakan hukumnya seperti kasus di Polda Metro Jaya,” kata Martinus.

Kamis, 01 Desember 2016

R. GUNTUR MAHARDIKA: Revisi UU ITE Resmi Berlaku


Jakarta - Rapat paripurna telah mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tepat 30 hari setelah pengesahan, UU tersebut resmi berlaku pada Senin (28/11/2016).
DPR mengesahkan revisi UU ITE menjadi UU pada 27 Oktober 2016. "Pembahasan RUU tersebut berlangsung secara kritis, mendalam dan menyeluruh, di mana fraksi-fraksi menyampaikan pandangan dan pendapatnya terhadap materi RUU tersebut," kata Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis, 27 November 2016.  

Teknologi informasi dinilainya akan memberi manfaat besar jika digunakan dengan baik. Namun, teknologi informasi juga dapat merusak jika salah dalam memanfaatkannya.Dia menyampaikan revisi UU ini merupakan usulan pemerintah yang masuk dalam daftar program legislasi nasional tahun 2015-2019 dan merupakan rancangan UU prioritas tahun 2016.
"Karena itu, regulasi yang memadai semakin mendesak untuk diadakan," ucap dia.
Dalam revisi UU ini, Komisi I dan pemerintah menyetujui revisi UU ITE menyesuaikan perkembangan teknologi informasi dan mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Di antaranya tindak pidana pencemaran nama baik di bidang teknologi informasi adalah delik aduan, bukan umum.
Dalam revisi UU ini juga, sanksi pidana penjara turut diturunkan dari 6 tahun menjadi paling lama 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp 750 juta.
"Perubahan ini dianggap penting, karena dengan ancaman sanksi pidana penjara 4 tahun, pelaku tidak serta-merta dapat ditahan oleh penyidik," ujar TB Hasanuddin.
Kemudian, lanjut dia, Komisi I dan pemerintah juga menyetujui beberapa substansi baru. Salah satunya ialah menambah ketentuan mengenai kewajiban pemerintah mencegah penyebarluasan informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang dalam UU ini.
"Untuk itu pemerintah berwenang memutus akses dan atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk memutus akses informasi elektronik dan atau sistem elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum," jelas TB Hasanuddin.

Rabu, 16 November 2016

R, GUNTUR MAHARDIKA: Mau-reha



Ida nee laos mestico,,ida nee laos mestica,maibe ida nee maudia ho bidia batar tema Timor nia ema.
ahahahailoy koalia mak ladiak...!

Bainhira tan ?aiipa nusa la agora deit? depois bainhira fali....wahahaha..! Timor leste ohin loron tampil beda....feto klosan mane klosan,tengki hatudo ita nia identidade lolos katak ita nia kultura bonita tebes....!
model Timor leste.

God damn it! AN east timorest pure beauty,,,,,,! Leo dan teman temannya,pose sebelum fashion show.
hakarak namora ho sira mai deit iha ...?? capechh dechh..wakakakaka

who said we can not? look at us!...labarik kiik oan mos lakohi lakon ho ema boot,,,,,! calon model Timor leste hatais ropa tais,fashion show iha delta nova,dili......hanusa Timor maju kalae?

Semak dehan Timor leste la moderno"?waahaha''imi hakat passu ida ami passu rua,ida nee mak Timor nia hanoin nebe hametin nafatin ita nia cultura ida nee.....! tais hanesan simbol,cultura timor nian...tais bele halo modernu tuir modernisasi....! ida nee mak ita nia model timor leste oan sira hatais ropa tais ho modelo oin oin,,,,,,check it ou!

Minggu, 23 Oktober 2016

Tauladan Kepemimpinan dari Sang Tokoh Semar





Seorang pemimpin di era masa kini bukan lagi pemimpinan yang tidak turun ke jalan dan mengecek sendiri apa yang menjadi kenyataan. Biasa dalam ilmu kepemimpinan sering disebut-sebut istilah ”leadership”. Namun tidak usah jauh-jauh berguru soal kepemimpinan yang berkiblat pada ilmu dari Barat, pun di Timur filosofi kepemimpinan dapat di tauladanin dari dari tokoh pewayangan Jawa, yakni Semar. Hal ini lah yang menjadi salah satu filosofi ketauladanan Gus Dur. “Semar itu memiliki banyak keunggulan dan kaya akan pengetahuan. Pemimpin dari punokawan, memiliki kesederhanaan, berbakti dan juga tanpa pamrih terhadap pemimpin yang dijunjungnya,” jelas Bang Adam pada pergelaran wayang kulit KI Manteb Sudharsono yang digelar oleh Yayasan Kalimasadha Nusantara (YKN) di halaman GOR Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu malam (15 Oktober). Ia juga mengatakan bahwa kelebihan tokoh wayang Semar yang bersahaja, sederhana patut menjadi teladan bagi banyak orang.
Bang Adam mengatakan, tokoh Semar sekalipun menjadi seorang pemimpin, tetap mau turun ke bawah menjadi seseorang yang tidak berarti untuk melihat dari dekat apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Pernyataan ini bukan hanya sebuah kalimat bunga-bunga semata yang dilontarkan oleh Bang Adan. Selama hampir dua bulan masa kepemimpinannya, Bang Adam berkunjung ke sejumlah daerah perbatasan, untuk melihat apa yang dirasakan masyarakat di halaman terdepan negara Indonesia.
Melihat pentingnya ilmu-ilmu budaya yang bermanfaat bagi generasi penerus bangsa maka Bang Adam menghimbau pentingnya pewarisan budaya. “Dalam kesempatan ini saya juga mengajak kepada warga masyarakat untuk bersama-sama uri-uri warisan budaya karena dengan uri-uri berarti bisa melestarikan warisan dari nenek moyang, sama seperti pesan yang tertuang dalam naskah proklamasi yang merupakan warisan dari para pejuang. Di mana para pemuda saat ini harus mewarisi dengan cara mengisi kemerdekaan,” katanya dalam acara yang digelar untuk merayakan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-71.
Dalam acara bernuansa buadaya Jawa tersebut, bukan hanya pewayangan yang ditampilkan melainkan juga penampilan dari komedian Srimulat, Nunung dan Gogon. Sementara itu, tokoh-tokoh yang hadir, Gubernur Jawa Timur Soekarwo selain anggota DPR-RI seperti Ridwan Hisjam dan juga Bupati Sidoarjo Saiful Ilah hadir dalam kegiatan tersebut.

Sabtu, 22 Oktober 2016

Si Kabayan - Cerita Rakyat Sunda di Tanah Pasundan.




Seorang lelaki di tanah Pasundan pada masa lampau. Si Kabayan namanya. Ia lelaki yang pemalas namun memiliki banyak akal. Banyak akal pula dirinya meski akalnya itu kerap digunakannya untuk mendukung kemalasannya. Si Kabayan telah beristri. Nyi Iteung nama istrinya. Pada suatu hari Si Kabayan disuruh mertuanya untuk mengambil siput-siput sawah. Si Kabayan melakukannya dengan malas-malasan. Setibanya di sawah, ia tidak segera mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah itu, melainkan hanya duduk-duduk di pematang sawah.

Lama ditunggu tidak kembali, mertua Si Kabayan pun menyusul ke sawah. Terperanjatlah ia mendapati Si Kabayan hanya duduk di pematang sawah. "Kabayan! Apa yang engkau lakukan? Mengapa engkau tidak segera turun ke sawah dan mengambil tutut-tutut (Siput) itu?"

"Abah-abah (Bapak), aku takut turun ke sawah karena sawah ini sangat dalam. Lihatlah, Bah, begitu dalamnya sawah ini hingga langit pun terlihat di dalamnya," jawab Si Kabayan.

Mertua Si Kabayan menjadi geram. Didorongnya tubuh Si Kabayan hingga menantunya itu terjatuh ke sawah.

Si Kabayan hanya tersenyum-senyum sendiri seolah tidak bersalah. "Ternyata sawah ini dangkal ya, Bah?" katanya dengan senyum menyebalkannya. Ia pun lantas mengambil siput-siput sawah yang banyak terdapat di sawah itu.

Pada hari yang lain mertua Si Kabayan menyuruh Si Kabayan untuk memetik buah nangka yang telah matang. Pohon nangka itu tumbuh di pinggir sungai dan batangnya menjorok di atas sungai. Si Kabayan sesungguhnya malas untuk melakukannya. Hanya setelah mertuanya terlihat marah, Si Kabayan akhirnya menurut. Ia memanjat batang pohon. Dipetiknya satu buah nangka yang telah masak. Sayang, buah nangka itu terjatuh ke sungai. Si Kabayan tidak buru-buru turun ke sungai untuk mengambil buah nangka yang terjatuh. Dibiarkannya buah nangka itu hanyut.

Mertua Si Kabayan terheran-heran melihat Si Kabayan pulang tanpa membawa buah nangka. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan raut wajah jengkel. "Mana buah nangka yang kuperintahkan untuk dipetik?"

Dengan wajah polos seolah tanpa berdosa, Si Kabayan menukas, "Lho? Bukankah buah nangka itu tadi telah kuminta untuk berjalan duluan? Apakah buah nangka itu belum juga tiba?"

"Bagaimana maksudmu, Kabayan?"

"Waktu kupetik, buah nangka itu jatuh ke sungai. Rupanya ia ingin berjalan sendirian. Maka, kubiarkan ia berjalan dan kusebutkan agar ia lekas pulang ke rumah. Kuperingatkan pula agar ia segera membelok ke rumah ini. Dasar nangka tua tak tahu diri, tidak menuruti perintahku pula!"

"Ah, itu hanya alasanmu yang mengada-ada saja, Kabayan!" mertua Si Kabayan bersungut-sungut. "Bilang saja kalau kamu itu malas membawa nangka itu ke rumah!"

Si Kabayan hanya tertawa-tawa meski dimarahi mertuanya.

Pada waktu yang lain mertua Si Kabayan mengajak menantunya yang malas lagi bodoh itu untuk memetik kacang koro di kebun. Mereka membawa karung untuk tempat kacang koro yang mereka petik. Baru beberapa buah kacang koro yang dipetiknya, Si Kabayan telah malas untuk melanjutkannya. Si Kabayan mengantuk. Ia pun lantas tidur di dalam karung.

Ketika azan Dhuhur terdengar, mertua Si Kabayan menyelesaikan pekerjaannya. Ia sangat keheranan karena tidak mendapati Si Kabayan bersamanya. "Dasar pemalas!" gerutunya. "Ia tentu telah pulang duluan karena malas membawa karung berisi kacang koro yang berat!"

Mertua Si Kabayan terpaksa menggotong karung berisi Si Kabayan itu kembali ke rumah. Betapa terperanjatnya ia saat mengetahui isi karung yang dipanggulnya itu bukan kacang koro, melainkan Si Kabayan!

"Karung ini bukan untuk manusia tapi untuk kacang koro!" omel mertua Si Kabayan setelah mengetahui Si Kabayan lah yang dipanggulnya hingga tiba di rumah.

Keesokan harinya mertua Si Kabayan kembali mengajak menantunya itu untuk ke kebun lagi guna memetik kacang-kacang koro. Mertua Si Kabayan masih jengkel dengan kejadian kemarin. Ia ingin membalas dendam pada Si Kabayan. Ketika Si Kabayan sedang memetik kacang koro, dengan diam-diam mertua Si Kabayan masuk ke dalam karung dan tidur. Ia ingin Si Kabayan memanggulnya pulang seperti yang diperbuatnya kemarin.
Dongeng Si Kabayan Cerita Rakyat Sunda Jawa Barat

Dongeng Si Kabayan Cerita Rakyat Sunda Jawa Barat

Adzan Dhuhur terdengar dari surau di kejauhan. Si Kabayan menghentikan pekerjaannya. Dilihatnya mertuanya tidak bersamanya. Ketika ia melihat ke dalam karung, ia melihat mertuanya itu tengah tertidur. Tanpa banyak bicara, Si Kabayan lantas mengikat karung itu dan menyeretnya.

Terperanjatlah mertua Si Kabayan mendapati dirinya diseret Si Kabayan. Ia pun berteriak-teriak dari dalam karung, "Kabayan! Ini Abah! Jangan engkau seret Abah seperti ini!"

Namun, Si Kabayan tetap saja menyeret karung berisi mertuanya itu hingga tiba di rumah. Katanya seraya menyeret, "Karung ini untuk tempat kacang koro, bukan untuk manusia.”

Karena kejadian itu mertua Si Kabayan sangat marah kepada Si Kabayan. Ia mendiamkan Si Kabayan. Tidak mau mengajaknya berbicara dan bahkan melengoskan wajah jika Si Kabayan menyapa atau mengajaknya bicara. Ia terlihat sangat benci dengan menantunya yang malas lagi banyak alasan itu.

Si Kabayan menyadari kebencian mertuanya itu kepadanya. Bagaimanapun juga ia merasa tidak enak diperlakukan seperti itu. Ia lantas mencari cara agar mertuanya tidak lagi membenci dirinya. Ditemukannya cara itu. Ia pun bertanya pada istrinya perihal nama asli mertuanya.

"Mengetahui nama asli mertua itu pantangan, Akang!" kata Nyi Iteung memperingatkan. "Bukankah Akang sudah tahu masalah ini?"

Si Kabayan berusaha membujuk. Disebutkannya jika ia hendak mendoakan mertuanya itu agar panjang umur, selalu sehat, murah rejeki, dan jauh dari segala mara bahaya. "Jika aku tidak mengetahui nama Abah, bagaimana nanti jika doaku tidak tertuju kepada Abah dan malah tertuju kepada orang lain?"

Nyi Iteung akhirnya bersedia memberitahu jika suaminya itu berjanji untuk tidak menyebarkan rahasia itu. katanya, "Nama Abah yang asli itu Ki Nolednad. Ingat, jangan sekali-kali engkau sebutkan nama Abah itu kepada siapa pun!"

Setelah mengetahui nama ash mertuanya, Si Kabayan lantas mencari air enau yang masih mengental. Diambilnya pula kapuk dalam jumlah yang banyak. Si Kabayan menuju lubuk, tempat mertuanya itu biasa mandi. Ia lantas membasahi seluruh tubuhnya dengan air enau yang kental dan menempelkan kapuk di sekujur tubuhnya. Si Kabayan kemudian memanjat pohon dan duduk di dahan pohon seraya menunggu kedatangan mertuanya yang akan mandi.

Ketika mertuanya sedang asyik mandi, Si Kabayan lantas berseru dengan suara yang dibuatnya terdengar lebih berat, "Nolednad! Nolednad!"

Mertua Si Kabayan sangat terperanjat mendengar namanya dipanggil. Seketika ia menatap arah sumber suara pemanggilnya, kian terperanjatlah ia ketika melihat ada makhluk putih yang sangat menyeramkan pada pandangannya. "Si siapa engk ... engkau itu?" tanyanya terbata-bata.

"Nolednad, aku ini Kakek penunggu lubuk ini." kata Si Kabayan. "Aku peringatkan kepadamu Nolednad, hendaklah engkau menyayangi Kabayan karena ia cucu kesayanganku. Jangan berani-berani engkau menyia-nyiakannya. Urus dia baik-baik. Urus sandang dan pangannya. Jika engkau tidak melakukan pesanku ini, niscaya engkau tidak akan selamat!"

Mertua Si Kabayan sangat takut mendengar ucapan 'Kakek penunggu lubuk' itu.Ia pun berjanji untuk melaksanakan pesan 'Kakek penunggu lubuk' itu.

Sejak saat itu mertua Si Kabayan tidak lagi membenci Si Kabayan. Disayanginya menantunya itu. Dicukupinya kebutuhan sandang dan pangan Si Kabayan. Bahkan, dibuatkannya pula rumah, meski kecil, untuk tempat tinggal menantunya tersebut.

Setelah mendapatkan perlakuan yang sangat baik dari mertuanya, Si Kabayan juga sadar akan sikap buruknya selama itu. Ia pun mengubah sikap dan perilakunya. Ia tidak lagi malas-malasan untuk bekerja. Ia pun bekerja sebagai buruh. Kehidupannya bersama istrinya membaik yang membuat istrinya itu bertambah sayang kepadanya. Si Kabayan juga bertambah sayang kepada Nyi Iteung seperti sayangnya kepada mertuanya yang tetap baik perlakuan terhadapnya. Mertuanya tetap menyangka Si Kabayan sebagai cucu 'Kakek penunggu lubuk'. Ki Nolednad sangat takut untuk memusuhi atau menyia-nyiakan Si Kabayan karena takut tidak akan selamat dalam hidupnya seperti yang telah dipesankan 'Kakek penunggu lubuk'!

Kamis, 20 Oktober 2016

PLURALISME BERBASIS KEAGAMAAN DALAM PERSPEKTIF LINTAS AGAMA


Sejak awal, hubungan antaragama tergolong masalah sensitif yang tidak mudah diselesaikan kecuali dengan adanya kesediaan pemeluknya untuk saling mengerti dan memahami.  Di negeri-negeri muslim yang baru menjalankan eksperimentasi demokrasi, umumnya kelompok-kelompok nonmuslim seringkali dipandang sebelah mata dan belum mendapat perlakuan yang sewajarnya. Mereka masih dipandang sebagai “warga kelas dua”, meskipun secara simbolik eksistensi mereka diakui. Memang, masih ada semacam ganjalan di kalangan umat muslim untuk menerima kehadiran mereka sepenuh hati.  Ini biasanya menyangkut keyakinan teologis yang seolah-olah orang-orang nonmuslim adalah orang-orang musyrik yang menyimpang dari keimanan monoteis yang digariskan Allah dan Nabi-Nya.
Keyakinan semacam ini merembes pada penafsiran hukum atas ayat-ayat al-Quran yang membicarakan status orang-orang nonmuslim. Para fuqaha’ hampir seluruhnya sepakat bahwa ada beberapa point hukum fiqih yang tidak dapat dikompromikan dengan kalangan nonmuslim, seperti kasus pluralisme.
Berbicara pluralisme, sebenarnya Islam lebih jauh telah membahas ini, sebab makna pluralisme sendiri menurut Islam adalah kebersamaan dalam keberagaman yang tidak menembus batas akidah, yakni hanya sebatas toleransi antar umat beragama.
Akan tetapi fikih lintas agama berusaha untuk menyatupadukan antar umat beragama dalam satu ikatan al-din (agama). Hal ini perlu dikaji lebih dalam terhadap keterpaduan antarumat beragama dalam upaya membentuk ummatun wahidah yang sebenarnya harus ada batas-batas dalam bersosialisasi dengan umat agama yang lain. Ringkasnya fikih lintas agama harus betul-betul memahami makna pluralisme dalam Islam.
        PENGERTIAN PLURALISME
Secara etimologi Pluralisme merupakan kata serapan dari bahasa inggris yang terdiri dari dua kata. Yakni, Plural yang berarti ragam dan isme yang berarti faham. Jadi pluralisme bisa diartikan sebagai berbagai faham, atau bermacam-macam faham. Secara terminology pluralism merupakan suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi[1]. Dalam kamus ilmiah populer pluralisme adalah teori yang mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak subtansi.[2]
Seiring berjalannya waktu pengertian pluralisme telah banyak mengalami perkembangan, yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan kepentingan dari beberapa pihak, salah satu perkembangan definisi dari pluralisme yang lebih spesifik adalah seperti yang diungkapkan oleh John Hick, yang mengasumsikan pluralisme sebagai identitas kultural, kepercayaan dan agama harus disesuaikan dengan zaman modern, karena agama-agama tersebut akan berevolusi menjadi satu[3].
Dari pengertian pluralisme diatas mengarahkan bahwa semua agama sama. Padahal dalam kultur Indonesia terdapat aneka ragam budaya. Oleh karena itu pengertian John Hick sangat sulit diterapkan di Indonesia. Sehingga lebih pantas apabila pluralisme tersebut diarahkan pada kancah yang lebih luas lagi yaitu rasa persatuan dan kesatuan. Dalam hal ini perlu adanya pluralisme agama untuk menyaring makna pluralisme yang hanya sekedar mengatakan bahwa agama adalah sama menuju toleransi keberagamaan.
        MAKNA PLURALISME AGAMA
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman(pluralitas). Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah.
Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai ""Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga"[4]
Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
Menurut Adian Husaini, pluralisme agama adalah suatu paham yang melegitimasi dan mendukung kekufuran dan kemusyrikan, sedangkan islam adalah agama yang benar-benar memurnikan Allah dari perbuatan syirik atau agama yang benar-benar mentauhidkan Allah, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh ia telah melakukan dosa yang sangat besar” (QS: An-Nisa:48)
Dengan ayat ini, sudah jelas bahwa Allah sangat murka dengan kemusyrikan, sendangkan pluralisme agama melegitimasi segala jenis kemungkaran. Pluralisme agama jelas membongkar islam dari konsep dasarnya. Tidak ada lagi konsep mukmin, kafir, syirik, surga, neraka, dan sebagainya. Karena itu mustahil paham pluralisme dapat hidup berdampingan secara damai dengan tauhid islam[5]
Irfan Suryahardy Awwas ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia dalam buku Mengkritisi Debat “Fikih Lintas Agama” memberikan sambutan bahwa pluralisme agama yang dikembangkan dalam buku “Fikih Lintas Agama” merupakan kerangka berfikir “Talbisul Iblis”, yaitu memoles kebatilan dengan menggunakan dalil-dalil agama atau argumentasi al-haq untuk tujuan kesesatan, seperti perilaku para pendeta Yahudi dan Nasrani. Ringkas kata mereka menggunakan dalil-dalil kebenaran untuk tujuan kebatilan.[6]
Menurut hemat penulis sebenarnya sah-sah saja kita berpikir panas yang sejauh-jauhnya (hurriyat al-tafakkur) sebab tidak ada batasan orang yang berpikir kritis. Apalagi terhadap sesuatu yang tidak terlepas dari koridor ilmu. Namun apabila pemikiran tersebut malah bertentangan dengan al-qur’an, maka inilah yang tidak diperbolehkan. 

LINTAS AGAMA 
               Fiqih secara bahasa berarti pemahaman, baik itu pemaham yang baik ataupun pemahaman yang salah dan sesat. Jadi, secara bahasa dapat kita sebut fiqih liberal, fiqih pluralis, fiqih iblis, fiqih yahudi dan fiqih lain sebagainya. Akan tetapi karena pemahaman ini salah, tidak sesuai dengan makna yang dimaksud oleh Allah, maka Al-qur’an tidak mengakuinya sebagai fiqih.
Sedangkan “fiqih”menurut istilah para fuqada adalah mengetahui hukum-hukum syar’i yang bersifat amali berdasarkan dalil-dalil yang rinci. DR. Yusuf Al-Qaradhawi yang dikenal sebagai ulama kontenpoler menjelaskan, bahwa fiqih yang didefinisikan oleh para ulama, adalah ilmu yang mengatur kehidupan antar Insan muslim, masyarakat muslim, umat Islam, dan negara Islam dengan hukum-hukum syariat, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan dirinya dengan Allah SWT, sebagaiman dijelaskan oleh “Fiqih Ibadah”, Atau yang berkenaan dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, yaitu yang dijelaskan oleh “fiqih halal-haram, dan adab prilaku individual ”.Atau yang berkenaan dengan seseorang dan anggota keluarganya,yaitu diterangkn oleh “fiqih keluarga”, berupa perkawinan dan kaitan-kaitannya, atau yang dinamakan dengan ahwal syakhsiyyah. Atau, yang berkenaan dengan aturan timbal balik dan hubungan sosial diantara manusia, yang diterangkan oleh fiqih muamalah, dan dalam undang-undang masuk dibawah undang-undang sipil. Atau yang berhubungan dengan kriminlitas dan hukuman, yang didalam fiqih dinamakan sebagai hudud, qishas, ta’zir, dan dalam undang-undang masuk dibawah bagian hukum pidana. Atau, juga yang berkenaan dengan hubungan antara negara dan rakyatnya, yaitu yang dinamakan dengan siasah syar’iyyah, dan oleh para perundang-undangan dinamakan sebagai undang-undang kontitusi, tata usaha, serta jihad dan langkah-langkah, yang masuk dalam katagori hubungan internasional.


3      Pengertian Lintas Agama
Lintas agama adalah kumpulan faham-faham antar agama yang dicampurkan dengan tenggang rasa, toleransi, keterbukaan ijtihad, nasionalisme, dan lain-lain, hingga lahirlah faham-faham yang dikenal oleh kalangan masyarakat sebagai faham Sekularisme, Liberalisme, Pluralisme, Inklusif, dan Sinkretisme.
        PLURALISME DALAM PERSPEKTIF FIKIH LINTAS AGAMA
Pluralisme tidak hanya menjadi keniscayaan dalan ranah politik, ekonomi dan kebudayaan, tatapi lebih jauh menyentuh ranah teologi dan fikih.[8] Dari segi visi, fikih lintas agama merupakan metamorfosa dari karya besar Ibnu Rushd Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Mugtashid yang memulai perlunya melahirkan fikih dengan pelbagai pendekatan madzhab sehingga watak fikih yang pluralis dapat diangkat ke permukaan.[9]
Fikih lintas agama ingin menggiring fikih ke arena yang lebih luas yaitu dengan mengakui eksistensi agama lain dan menerimanya sebagai komunitas yang setara (ummatun wahidatun). Langkah tersebut penting guna meminimalkan pandangan sebagian kalangan bahwa doktrin keagamaan telah melegalkan konflik dan perseteruan. Dalam konteks nasional, pandangan yang menyemangati fikih lintas agama amatlah penting ditengah konflik penganut antar agama serta munculnya undang-undang yang akan memperlebar jarak antara komunitas agama tertentu dengan komunitas yang lain. [10]
Kenyataan tersebut menandakan bahwa diperlukan kesadaran fikih yang akan memperkukuh visi pluralisme. Dalam tradisi klasik, paradigma ke arah terbentuknya masyarakat pluralis sesungguhnya sudah dimulai oleh sejumlah ulama terkemuka, seperti Al-Thabari, Ibnu al-Araby, al-Zamakhsyari, al-Razi, Rasyid Ridha, dan al-Thabathaba’i, yang mengyepakati pemaknaan atas Islam sebagai ajaran kepatuhan dan kepasrahan. Islam dipahami tidak secara generik-simbolik, melainkan sebagai ajaran-ajaran yang bersifat pluralis. Pandangan seperti ini bisa dijadikan landasan teologis untuk menerima eksistensi agama lain, terutama kepada setiap agama yang mengajarkan kepatuhan dan kepasrahan.[11]
Namun tentu saja, pandangan tersebut tidaklah cukup karena diperlukan langkah yang lebih progresif, yaitu menggunakan fikih sebagai konsep untuk mewujudkan pluralisme.
 Fikih sebagai mekanisme yang secara khusus menyoal persoalan-persoalan yang bersifat partikularistik sejatinya dapat berbuat banyak untuk menyelesaikan beberapa problem lintas agama, seperti :
1.      Ahl al-Dzimmah
Konsep ahl al-Dzimmah yaitu komunitas non-Muslim, baik Yahudi maupun Kristiani, yang melakukan kesepakatan untuk hidup di bawah tanggung jawab dan jaminan kaum Muslim. Mereka mendapat perlindungan dan keamaan. Mereka juga mendapatkan hak hidup dan tempat tinggal di tengah-tengah komunitas Muslim. Konsep tersebut sesungguhnya merupakan “konsep perlindungan”, bukan “konsep penindasan”
Buktinya Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya mengutarakan, “Barang siapa menyakiti ahl al-dzimmah, sesungguhnya ia menyakiti saya, dan ia sama sekali akan dijauhkan dari indahnya surga”.
Tetapi dalam kenyataannya terdapat sebagian kalangan yang memahami konsep ahl al-Dzimmah sebagai doktrin yang menomorduakan dan mendiskriminasikan komunitas tertentu, bahkan memberikan beberapa aturan yang mempersempit ruang gerak dan tanggung jawab publik mereka. Disinilah fikih semestinya bekerja keras untuk mengangkat semangat “perlindungan”, bukan semangat “penindasan”[12]
           Pada tahap selanjutnya fikih semestinya tidak hanya berhenti disitu, melainkan mencoba untuk mewujudkan pandangan yang lebih bernuansa kesetaraan sejati. Konsep ahl al-dzimmah hadir dalam masa-masa awal Islam yang sedang mendapat ancaman dari komunitas non-Muslim, terutama akibat perseteruan politik.
2.      Kawin beda agama
Persoalan ini mendapat perhatian serius perihal tidak diperbolehkannya kawin beda agama yang merujuk pada larangan menikahimenikahi orang musyrik (Q.S Al-Baqoroh : 221) dan menikahi orang kafir (Q.S Al-Mumtahanah : 10). Kedua ayat tersebut seringkali digunakan sebagai landasan teologis dan fikih untuk melarang kawin beda agama. (39)
Namun, bila diteliti lebih jauh, sebenarnya ayat Al-Qur’an tidak berhenti disitu. Dalam ayat lain dijelaskan perihal dibolehkannya kawin beda agama, terutama kepada Ahl al-Kitab (Kristen dan Yahudi) (QS. Al-Maidah :5)
Dalam kaidah ushul fikih, ayat tersebut bisa berfungsi sebagai pengganti (nasikh) dan pengkhusus (mukhashshish) atas ayat sebelumnya yang melarang kawin dengan orang-orang musyrik dan kafir. Selain itu dalam beberapa kisah disebutkan bahwa sejumlah sahabat,antara lain Thalhah dan Hudzayfah, menikah dengan Ahl al-Kitab.[13]
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesan yang dibawa Al Qur’an sangat progresif dan membawa kesan upaya mengakui dan menerima komunitas agama lain guna mewujudkan kehidupan yang adil dan setara. Bahkan Rasulullah SAW dalam Piagam Madinah menyebut Kristen dan Yahudi sebagai umat yang satu dan menyatu dengan umat Islam (ummatun wahidatun). Dan Rasulullah di haji perpisahan (haj al-wada’) berpesan : “Saya berwasiat kepada kalian agar memperlakukan ahl al-dzimmah dengan baik”.[14]
Disinilah fikih lintas agama harus mengembalikan semangat agama yang memberi perlindungan, simpati, dan kesempatan hidup bersama, dalam keragaman. Dalam arus besar pluralisme, sejatinya fikih mendorong terciptanya dialog-dialog antar-agama. Problem kemiskinan dan kemelaratan, narkoba, penggusuran, banjir, korupsi, semesrinya di sorot secara tajam oleh agama-agama sehingga agama tidak hanya berada di menara gading yang selalu dianggap paling benar.
Kebenaran agama harus menyentuh bumi kemanusiaan yang sarat dengan tantangan. Fikih lintas agama sebenarnya ingin menegaskan perlunya kerja sama agama-agama untuk menjawab persoalan keumatan yang semakin kompleks.[15]
Akan tetapi hal itu perlu ditelusuri lebih lanjut bahwa zaman sekarng ini agaknya sangat sulit untuk menentukan mana orang yang nasabnya masih murni nasrani atau yahudi, sebab mereka masih mempunyai ketuhanan yang sama dengan Islam. Jadi bukan orng Nasranai atau Yahudi zaman sekarang sebab secara akidah  ketuhanan mereka berbeda dengan ketuhan Islam.

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pluralisme sebenarnya tidak pantas jika dikatakan bahwa semua agama adalah sama. Sebab kenyataannya ada beberapa norma-norma tertentu dari masing-masing agama yang tidak bisa disatupadukan salah satunya adalah pluralisme.
Alangkah lebih baiknya jika perspektif fikih lintas agama kembali berpikir bahwa semua agama adalah sama, namun tidak melebihi batas akidah. Jadi hal ini sama dalam rangka menjalin hubungan ketergantungan antar agama dan menjaring komunikasi untuk saling bekerja sama baik dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Husaini, Adian. Pluralisme Agama: Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2005.
Jaiz, Hartono Ahmad. Mengkritisi Debat Fikih Lintas Agama. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. 2004.
Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme.
Misrawi, Zuhairi. Pandangan Muslim Moderat, Toleransi Terorisme, dan Oase Perdamaian.  Jakarta : PT Gramedia. 2010.
Partanto, Pius A. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola. 2001.
httpittihadtholibat.blogspot.com200712fiqih-lintas-agama.html
httpqonie-ony.blogspot.com201202makalah-pluralisme.html


[1] qonie ony, httpqonie-ony.blogspot.com201202makalah-pluralisme.html
[2] Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola, 2001), hlm. 604.
[3] Op.cit., qonie ony, httpqonie-ony.blogspot.com201202makalah-pluralisme.html
[4] Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme.
[5] Adian Husaini, Pluralisme Agama: Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 84
[6] Hartono Ahmad Jaiz, Mengkritisi Debat Fikih Lintas Agama, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2004)m hlm. 4-5.
[7] httpittihadtholibat.blogspot.com200712fiqih-lintas-agama.html
[8] Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat, Toleransi Terorisme, dan Oase Perdamaian, (Jakarta : PT Gramedia, 2010), hlm. 35
[9] Ibid, hlm. 36
[10] Ibid, hlm.36
[11] Ibid, hlm.37
[12] Ibid, hlm.38
[13] Ibid, hlm.39
[14] Ibid, hlm.39-40
[15] Ibid, hlm.40
Title : PLURALISME BERBASIS KEAGAMAAN (Perspektif Fikih Lintas Agama)
Description : PENDAHULUAN Sejak awal, hubungan antaragama tergolong masalah sensitif yang tidak mudah diselesaikan kecuali dengan adanya kesediaa..