Rabu, 30 Desember 2015

Review “A Note From Tehran”. Kembali lagi ke Tehran setelah lima tahun berlalu, tentu saja memberi banyak kesan baru.

Review “A Note From Tehran”

New Release 2013
Prahara Suriah
New Release (2013)
"journey to iran"
"doktor cilik"
"princess nadeera"
"doktor cilik"
ahmadinejad
Catatan buat penstudi HI: ini bisa masuk ke pembahasan tentang ‘diplomasi budaya’

Tepat setahun yang lalu, saya berada di Tehran. Sebelumnya, sejak 1999-2007 saya pernah tinggal di Iran. Awalnya untuk kuliah S2 karena saya mendapat beasiswa di Tehran University, jurusan Hukum Islam. Baru kuliah satu semester, saya mendapati bahwa memang bidang tersebut sama sekali tidak saya minati. Seiring dengan itu, saya kerepotan mengurus bayi (kalau pakai istilah seorang pakar parenting, waktu itu saya mengalami sindrom gajatu ‘gagap jadi ortu’). Kuliah pun saya tinggalkan dan saya fokus mengurus anak. Ketika anak saya telah usia dua tahun, saya bekerja sebagai jurnalis di IRIB, dengan memanfaatkan kemampuan bahasa Indonesia, Inggris, dan Persia saya. Lumayan, bisa menabung Dollar. Seiring dengan semua itu pula, saya aktif menjadi blogger dan mencatat warna-warni kehidupan saya selama di Iran di blog saya. Catatan itu akhirnya menjadi buku dengan judul Pelangi di Persia (lalu terbit ulang dengan judul Journey to Iran).
Kembali lagi ke Tehran setelah lima tahun berlalu, tentu saja memberi banyak kesan baru. Apalagi, bila dulu status saya TKW (tenaga kerja wanita, meski agak mentereng karena kerjanya di kantor), kali ini saya datang sebagai intelektual muslimah yang diundang hadir dalam Konferensi “Perempuan dan Kebangkitan Islam”. Saya bersama 16 perempuan Indonesia lainnya (intelektual, jurnalis, aktivis) lolos seleksi setelah mengirimkan paper yang terkait dengan tema kebangkitan Islam. Kali ini, saya (kami) dilayani dengan fasilitas VIP dan menginap di hotel bintang lima, dikawal ketat ala tamu negara, dan diajak jalan-jalan ke berbagai kota dengan pesawat carteran.
Memang judulnya adalah Konferensi Islam, tetapi, dari sudut pandang HI, bagi saya ini adalah sebuah investasi besar di bidang diplomasi budaya, yang dilakukan Iran. Bayangkan saja, ada 1000 perempuan dari 85 negara yang diundang hadir, sebagian besar dari mereka bermahzab Sunni, selain bertemu langsung dengan intelektual perempuan Iran, menyaksikan langsung kiprah perempuan Iran, juga diajak jalan-jalan ke berbagai kota di Iran. Pengalaman empiris seperti itu tak pelak akan menimbulkan semacam ‘prejudice breaking’ (memecah prasangka) bagi mereka yang selama ini hanya ‘mendengar’ tentang Iran (dan yang didengar biasanya lebih banyak yang negatifnya).
Mungkin ada yang mengatakan, tentu saja yang ‘keliatan’ oleh peserta adalah yang bagus-bagusnya saja. Namun, sebagian dari kami para peserta Indonesia sebenarnya juga melihat yang buruk-buruknya, misalnya, koordinasi panitia yang keliatan kurang rapi, atau, acara konferensi yang terlalu Arab (yang diutamakan untuk bicara di mimbar orang-orang dari negara Arab melulu, untung akhirnya setelah memaksa, delegasi Indonesia bisa bicara di mimbar dan mendapat tepukan meriah karena presentasi yang sangat bagus, jauh beda dengan delegasi Arab yang kebanyakan isinya membosankan). Namun, cerita-cerita soal Quran yang beda, sholatnya menyembah Ali bukan Allah, perempuan yang ditindas, orang Sunni yang dibunuhi, dll, tidak kami temukan.
Perempuan Indonesia, di manapun, memang hobi belanja. Sebenarnya kami dilarang bepergian sendiri tanpa dikawal. Karena belanja itu penting buat ibu-ibu, akhirnya panitia membentuk beberapa kelompok shopping. Beberapa ibu Indonesia, termasuk saya, shopping dengan dikawal dua bodyguard ganteng yang tidak sabaran (pengennya belanja cepet-cepet dan segera pulang ke hotel).

Tentu saja, itu tidak cukup buat kami. Akhirnya, saya mengantar beberapa teman Indonesia ke pasar Tajrish (pasar terdekat dari hotel, dan dulu selama saya di Tehran saya malah belum pernah belanja ke sana) secara sembunyi-sembunyi, tanpa minta izin panitia. Kami naik bis umum. Ngelencer masuk ke gang-gang di pasar. Muter-muter sampai pegel. Dan inilah faktor penting yang membuat kami bisa bersentuhan langsung dengan masyarakat Tehran, yang ternyata memang biasa-biasa saja, sama seperti manusia di belahan dunia lain. Bukan masyarakat garis keras, puritan, bengis, dan supersesat seperti yang digambarkan media. Bahkan kami sempat bertemu ibu yang sangat ramah menyapa kami dalam bahasa Inggris, dan langsung bersedia menjadi guide dadakan saat kami tersesat di pasar itu. Dia juga membantu kami menawar barang.
Di sesi lain belanja (maklum, emang belanjanya berkali-kali kok:D), kami bertemu dengan sebuah toko kecil, nyempil di sebuah gang. Toko itu menjual Quran, kitab-kitab doa, dan parfum. Seorang ibu langsung terpikir membeli Quran kecil untuk oleh-oleh. Ya, apalagi yang lebih dahsyat daripada Quran cetakan Iran yang legendaris itu (dikatain ‘beda’ dari Quran kaum Sunni)? Si penjual, anak muda yang ganteng (kalau emak-emak kayak saya bilang ganteng, itu artinya memang bener-bener ganteng:D), dengan tak peduli membiarkan kami memilih-milih Quran. Sama sekali kami tidak ditanya, “Mau Quran Sunni apa Syiah?”. Saat saya tanya, ‘harganya berapa?’, dia jawab ‘4000 toman, tapi ini bukan harga ya, ini hadiah’. Ya, memang konvensi di sana, Quran itu ga boleh dijualbelikan, jadi transaksinya harus berjudul ‘memberi hadiah’.
Teman saya itu, seorang doktor, dosen, dan aktivis PERSIS (Sunni tulen dong ya) memborong sekitar 8 Quran. Eeeh.. besoknya,  ibu ini minta dianterin lagi belanja, alasannya oleh-olehnya masih kurang. Beliau ini sangat saya hormati, tapi tetep saya nggak mau mengantarnya belanja, karena menurut saya belanjaannya sudah terlalu banyak, pasti sudah over weight. Eh, beliau malah nekad ngelencer sendiri (bener-bener sendirian!) ke pasar lagi, naik bis. Padahal, tidak bisa bahasa Persia. Ketika pulang ke hotel, dengan penuh semangat beliau cerita, berhasil menemukan toko Quran yang kemarin dan membeli setumpuk Quran lagi (di samping tentu saja, seabrek suvenir lainnya). Karena beliau masih bingung menghitung uang Iran (yang memang membingungkan karena ada istilah Toman, ada Riyal), dia membuka begitu saja dompetnya dan menyuruh si penjual Quran mengambil sendiri uangnya. Setelah saya hitung, ternyata harga Quran itu malah lebih murah dari kemarin. Ternyata kali ini yang jualan bapaknya si ganteng. Wah.
Trus, jadi Qurannya beda apa enggak? Ya enggak lah. Bukankah Allah sudah berjanji menjaga kemurnian Al Quran? Masa sebuah negara bisa memalsukan Quran, dan bisa ‘melawan’ janji Allah? Secara logika emang ga masuk sih. Tapi sekarang ada pengalaman empiris yang membuktikan bahwa Quran Iran sama saja dengan Quran Arab Saudi.
Kejadian menarik lainnya, saat kami tur ke kota Qom. Saya dan beberapa orang bergabung dalam satu kelompok, sebagian orang Indonesia, sebagian India. Seorang profesor dari India sempat ‘hilang’ dan guide kami, Zahra, sangat panik. Saya agak kesal pada Zahra. Duh, profesor gitu loh, nggak perlu dikhawatirkan. Kalaupun nyasar dia bisa telpon ke panitia (semua peserta diberi kartu telepon dengan pulsa sangat banyak, saya aja sampai puas nelpon berkali-kali ke Indonesia, gratis). Akhirnya emang ibu satu itu bisa ketemu lagi.
Nah, ketika kami diajak berkunjung ke kompleks makam Sayyidah Ma’shumah (seorang ‘wali’ keturunan Nabi) yang dibangun megah dan berkubah emas, Zahra mengajak kami berziarah. Dia (tentu saja, Syiah) heran sekali saat tahu bahwa ada anggota rombongan Indonesia yang belum pernah ziarah (kebetulan di antara kami tidak ada yang dari NU). Saya menahan tawa geli melihat ekspresi teman-teman setelah didorong-dorong Zahra untuk mendekati makam. Ada yang nervous, ada yang bingung, ada juga yang dengan bijaksana berkomentar, “Yah… insya Allah kalau ada ribuan orang berdoa di tempat yang sama, energi positifnya pasti besar..” (makam itu memang penuh sesak oleh pengunjung). Sementara saya sendiri, meski berasal dari keluarga yang ‘Muhammadiyah banget’ (bahkan menziarahi makam kakek-nenek saya pun gak pernah, karena tidak ada tradisi itu), saya menikah dengan seseorang yang berasal dari keluarga yang “NU banget”. Jadi, tiap lebaran, pasti kami berziarah ke makam leluhur dan kalau baca doa di pengajian keluarga, semua nama leluhur disebut-sebut.
Tapi pengalaman ini tidak ‘dimasukkan ke hati’. Saya lihat, tetap saja, yang lebih kuat adalah ‘diplomasi budaya’, melihat secara empiris budaya orang lain. Dan memakluminya. Titik. Buktinya, segera setelah itu, kami semua kembali ke selera asal: narsis berfoto-foto di kompleks makam sambil ketawa-ketiwi. Bahkan Zahra pun minta difotoin. Saat itu tiba-tiba angin bertiup kencang dan chadur (kain lebar yang menutupi tubuh, bukan cadar) Zahra tersingkap. Terlihat dia mengenakan setelan tunik dan celana panjang dengan model modern. Spontan kami memuji…aih cantiknyaaa…. Kalau kami aja yang perempuan spontan memuji kecantikan Zahra saat itu, bisa dibayangkan cantiknya kayak apa :D
Ada banyak lagi kesan-kesan, yang pastinya berbeda-beda bagi tiap peserta konferensi. Apalagi, latar belakang kami sangat beragam, ada yang dosen filologi, dosen sejarah, dosen HI, jurnalis, dokter, dll. Kami pun lalu berinisiatif menuliskan kesan-kesan itu, tidak melulu tentang Iran, tapi lebih pada refleksi yang kami dapatkan dari kunjungan itu, dikaitkan dengan kebangkitan Islam dan peran perempuan Indonesia. Dan lahirlah buku ini, A Note from Tehran. Ada banyak yang bisa dipelajari dari sini. Seperti ditulis salah seorang penulis di buku ini,  
Memang banyak hal yang bisa dipelajari dari Iran, namun bukan berarti harus meniru apa pun yang ada di sana. Kita menyadari, ada perbedaan antara kita dan mereka, terutama mungkin masalah mazhab. Namun, kupikir, dalam hal ini, paham atau aliran tak perlu kita permasalahkan. Biarlah mereka dengan pemahaman mereka, dan kita dengan pemahaman kita. Tapi, sebagaimana Rasulullah saw menyuruh kita untuk belajar dari banyak bangsa, tentu tak salah bila kita mempelajari (dan berusaha mengadopsi) semangat kebangkitan dan kemandirian mereka, meniru sifat ramah mereka, dan mencontoh penegakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bernegara.  Bukankah ini kunci kebangkitan Islam: berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam?
Endorsment untuk buku ini:
Berangkat dari berbagai refleksi para penulis selama berkunjung ke Iran, tulisan di buku ini ini memberikan wawasan tentang pentingnya peran perempuan dalam kebangkitan umat. Buku ini layak dibaca oleh siapapun yang mencari referensi terkait peran perempuan Islam di ruang public. Lewat buku ini pula, kita dapat mengambil berbagai inspirasi dari para pahlwan perempuan Indonesia, antara lain Rahmah el Yunusiah, Kartini, dan Rohana Kudus, serta kepedulian para perempuan terhadap tatanan politik global. Selamat membaca!
–Anies Baswedan, Ph.D, Rektor Universita Paramadina
Buku ini memberi inspirasi bagi kaum perempuan bahwa mereka dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Membaca buku ini, kita tersadarkan bahwa hidup yang seimbang antara kepentingan pribadi, kewajiban sebagai perempuan, dan berbagi dengan sesama bukanlah hal yang tidak mungkin; bahkan justru melimpahkan banyak berkah. Apapun profesinya, perempuan bisa membuat perubahan ke arah kebaikan, asal disertai dengan niat kuat dalam menjalankan amanah dan konsisten memberikan yang terbaik pada jalur yang ditempuhnya.
–Adiska Fardani, COO NoLimit Indonesia, Peraih Kartini Next Generation Award 2013
(NB: cerita yang saya tulis di note ini tidak dimuat di buku)
Buku bisa pesan online ke arif.maulawi@gmail.com. Harga 36rb.
front

Tampil Garang, Honda Jadi Idola Di EICMA. Honda pamer deretan CB500 Series terbarunya. Desain tangki bensin kini lebih besar


Sayang banget deh Brosis kemarin nggak bisa dateng ke pameran EICMA di Milan di Italia. Apalagi saat itu Honda pamer deretan CB500 Series terbarunya. Sebenarnya model ini ada tiga varian, CB500F, CBR500R, dan CB500X. Dan semuanya sukes bikin pengunjung kesengsem mantengin sosoknya.
Dibanding model serupa yang dirilis tahun ini, ketiganya tampil beda banget. Makin keren dan cakep. Tapi perubahan paling drastis ada di Honda CB500F. Motor sport naked ini tampil dengan garis bodi tegas dan agresif seakan-akan nantangin nyali Brosis buat ngebut bareng. Buat efisiensi bobot, pipa gas buang jadi lebih pendek tapi dengan suara yang lebih ”nendang.” Desain tangki bensin kini lebih besar, pas banget buat diajak riding jarak jauh. Mau touring dari Jakarta ke Bali kayaknya nggak perlu lagi bingung dikit-dikit nyari SPBU deh. Make over lainnya yaitu tuas rem depan yang bisa diatur, footstep penumpang dari material aluminum die-cast, dan transmisi yang lebih baik serta perpindahan gigi yang halus. Tapi yang unik adalah kunci kontak yang hadir dengan desain baru. Honda menyebutnya ”wave-style” ignition karena bentuknya yang memang bergelombang. Buat dapur pacu, Honda ngandelin mesin DOHC berkapasitas 471cc yang bisa dipaksa memuntahkan 35 tenaga kuda. Rencananya, si ganteng ini bakal mulai dijual Februari mendatang buat pasar Amerika Serikat dengan pilihan warna Matte Black Metallic/S

Said Aqil Siroj : Boleh Ucapkan Selamat Natal, Asal...Namun, Said mengingatkan pengucapan Selamat Natal adalah untuk kelahiran seorang nabi. Bukan Anak Allah.


Said Aqil Siroj, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Jakarta (SI Online) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siroj, mengatakan umat Islam khususnya Nahdliyin boleh mengucapkan Selamat Hari Natal kepada umat Kristen yang sebentar lagi akan merayakannya.

Namun, Said mengingatkan pengucapan Selamat Natal adalah untuk kelahiran seorang nabi. Bukan Anak Allah.

"Bisa. Tapi bukan karena lahirnya anak Tuhan. Tapi mengucapkan Natal atas dilahirkannya Nabi Isa. Bukan putera Allah," kata Said di kantornya, Jakarta Selasa (17/12/2013).

MUI Melarang Memberikan Ucapan Selamat Natal

Berbeda dengan pernyataan Said Aqil Siroj, sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tegas menyatakan umat Muslim di Indonesia tidak perlu mengucapkan selamat Natal untuk umat Nasrani. Imbauan itu didasarkan pada fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI pada tahun 1981.

"Itu mengacu pada fatwa MUI tahun 1981, saat ketuanya Buya Hamka," kata Ketua MUI, KH. Amidan, Senin (24/12/2012)

Ketua MUI lainnya, KH. Ma'ruf Amin juga pernah menegaskan agar umat muslim agar tidak memberikan ucapan Selamat Hari Raya Natal kepada umat kristiani apalagi mengikuti natalan bersama, karena hukumnya haram dan berdosa bagi umat Islam mengikuti perayaan Natalan bersama umat Kristen. Sebab dalam acara Natalan bersama itu mengandung unsur ibadah Kristiani.

“Umat Islam haram mengikuti perayaan Natalan bersama, karena mengandung unsur ibadah, sehingga akan merusak aqidah dan keimanan umat Islam. Bahkan ucapan Selamat Hari Natal,  jangan sampai diucapkan oleh umat Islam Adapun yang diperbolehkan ucapan Selamat Tahun Baru 2013,” Ujar Kyai Ma'ruf di Jakarta (19/12/2013).

Ia menegaskan, meski tidak mengucapkan selamat, umat Islam tetap harus menghormati perayaan Natal. Tapi tetap di dalam batasan-batasan ajaran agama Islam

“Tentu kita harus jaga toleransi tapi tentu ada fatwa MUI melarang untuk mengikuti ritualnya, karena itu ibadah,” ujar pimpinan tertinggi ulama se-Indonesia itu.

Said Aqil Siroj : Boleh Ucapkan Selamat Natal, Asal...Namun, Said mengingatkan pengucapan Selamat Natal adalah untuk kelahiran seorang nabi. Bukan Anak Allah.

Said Aqil Siroj : Boleh Ucapkan Selamat Natal, Asal...

Said Aqil Siroj, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Jakarta (SI Online) - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siroj, mengatakan umat Islam khususnya Nahdliyin boleh mengucapkan Selamat Hari Natal kepada umat Kristen yang sebentar lagi akan merayakannya.

Namun, Said mengingatkan pengucapan Selamat Natal adalah untuk kelahiran seorang nabi. Bukan Anak Allah.

"Bisa. Tapi bukan karena lahirnya anak Tuhan. Tapi mengucapkan Natal atas dilahirkannya Nabi Isa. Bukan putera Allah," kata Said di kantornya, Jakarta Selasa (17/12/2013).

MUI Melarang Memberikan Ucapan Selamat Natal

Berbeda dengan pernyataan Said Aqil Siroj, sebelumnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tegas menyatakan umat Muslim di Indonesia tidak perlu mengucapkan selamat Natal untuk umat Nasrani. Imbauan itu didasarkan pada fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI pada tahun 1981.

"Itu mengacu pada fatwa MUI tahun 1981, saat ketuanya Buya Hamka," kata Ketua MUI, KH. Amidan, Senin (24/12/2012)

Ketua MUI lainnya, KH. Ma'ruf Amin juga pernah menegaskan agar umat muslim agar tidak memberikan ucapan Selamat Hari Raya Natal kepada umat kristiani apalagi mengikuti natalan bersama, karena hukumnya haram dan berdosa bagi umat Islam mengikuti perayaan Natalan bersama umat Kristen. Sebab dalam acara Natalan bersama itu mengandung unsur ibadah Kristiani.

“Umat Islam haram mengikuti perayaan Natalan bersama, karena mengandung unsur ibadah, sehingga akan merusak aqidah dan keimanan umat Islam. Bahkan ucapan Selamat Hari Natal,  jangan sampai diucapkan oleh umat Islam Adapun yang diperbolehkan ucapan Selamat Tahun Baru 2013,” Ujar Kyai Ma'ruf di Jakarta (19/12/2013).

Ia menegaskan, meski tidak mengucapkan selamat, umat Islam tetap harus menghormati perayaan Natal. Tapi tetap di dalam batasan-batasan ajaran agama Islam

“Tentu kita harus jaga toleransi tapi tentu ada fatwa MUI melarang untuk mengikuti ritualnya, karena itu ibadah,” ujar pimpinan tertinggi ulama se-Indonesia itu.

MENELISIK NOWRUZ, TAHUN BARU PERSIA.Lalu, sejak kapan masyarakat Persia memiliki penanggalan sendiri? Kalau dilacak secara historis,


Jam berdentang, tepat pukul dua dini hari. Langit Teheran yang seharian diguyur hujan, kini bertaburan kembang api dan petasan. Dari balik jendela kamar, terlihat lampu-lampu apartemen di seberang jalan menyala terang. Saya membayangkan, keluarga Iran yang sedang duduk mengelilingi meja berhias aneka kue, menyambut datangnya nowruz atau tahun baru Persia. Beberapa tahun lalu, saya pernah diundang menghadiri perayaan nowruz. Waktu itu, pergantian tahun terjadi pada sore hari. Pergantian tahun baru Iran dinamis. Tahun lalu, sekitar jam 8 malam dan tahun ini semakin bergeser hingga dini hari.

Satu Farvardin, bertepatan dengan 21 Maret, adalah penanggalan tahun baru Iran. Di Indonesia, kita sudah terbiasa mendengar tahun baru Masehi, tahun baru Hijriah, tahun baru Cina, dan tahun baru Saka. Tapi, bagi sebagian besar masyarakat kita, mungkin masih asing dengan istilah tahun baru Persia. Sebenarnya, tahun baru ini tidak hanya milik masyarakat Iran saja, penduduk negara-negara yang dulu di bawah pengaruh kekasairan Persia kuno juga bersuka cita merayakan Nowruz, seperti Afganistan, Tajikistan, Azarbeijan, Kyrgyzystan, Turkmenistan, bangsa Kurdi di sebagian wilayah Irak dan Suriah, Turki serta Pakistan. Bahkan, tradisi nowruz ini sudah terdaftar di UNESCO sebagai warisan budaya dunia sejak tanggal 23 Februari 2010. Selain itu, Nowruz juga menjadi hari raya penganut agama Bahai. Menurut peneliti Iran, Mehrdad Bahar, tradisi Nowruz sudah dirayakan tiga ribu tahun sebelum Masehi.

Lalu, sejak kapan masyarakat Persia memiliki penanggalan sendiri? Kalau dilacak secara historis, kalender Iran sudah disusun jauh sebelum datangnya Islam, bahkan pra Masehi, yaitu sejak tahun 1725 sebelum Masehi. Seiring masuknya Islam ke dataran Persia, Omar Khayam, seorang matematikawan sekaligus astronom Muslim Persia, melakukan koreksi penanggalan yang disesuaikan dengan kalender hijriah. Tapi kalender Iran tetap mengikuti sistem kalender surya. Sekarang Iran memasuki Tahun 1394 setara dengan 1436 Hijriah. Begitu juga, nama bulan dalam kalender Iran tetap mempertahankan nama Persia kuno, seperti: Farvardin, Ordibehest, Khordad, Tir, Mordad, Shahrivar, Mehr, Aban, Azar, Day, Bahman, dan Esfand.

Tradisi Nowruz

Sebelum orang-orang Iran duduk manis menyambut tahun baru, ada serangkaian tradisi panjang yang mereka lewati. Dua minggu menjelang Nowruz, masyarakat Iran sudah sibuk bercerita kegiatan mereka melakukan Khaneh Tekani. Secara leksikal, Khaneh Tekani adalah menggoyang rumah. Tapi maksud sebenarnya Khaneh Tekani adalah simbol membersihkan kotoran lahir dan batin dari rumah dan penghuninya untuk menyambut musim semi. Biasanya orang Iran menata ulang dekorasi rumah, dari sekedar mengganti warna cat, memindahkan posisi mebel, sampai mengganti barang-barang yang sudah tidak layak. Mereka ingin suasana rumah baru di tahun yang baru.

Hari-hari berikutnya mereka akan sibuk memilih berbagai hadiah untuk kerabat dan teman, membeli baju-baju baru, dan menyiapkan berbagai keperluan mudik. Di akhir penutupan tahun, sebagian besar orang Iran berziarah ke makam-makam kerabat maupun ulama. Mereka berharap dengan mengenang orang-orang salih (kalau di Indonesia mungkin para wali) akan mendapat keberkahan di tahun yang akan datang. Di sini, saya melihat banyak kesamaan dengan tradisi lebaran di Indonesia. Tapi, ada tradisi unik yang hanya terdapat dalam nowruz, yaitu haft sin.

Haft, dalam bahasa Persia berarti angka 7 yang dipercaya memiliki makna tersendiri. Sin, adalah salah satu huruf Persia dan Arab. Maksud haft sin, tujuh jenis makanan berawalan sin yang wajib ada dalam setiap perayaan tahun baru. Haft sin sendiri melambangkan filosofi nowruz. Ketujuh makanan tersebut antara lain: Sabze (tunas gandum), melambangkan kelahiran kembali dan kesuburan; Samanu (semacam dodol dari gandum), sebagai simbol kemakmuran; Sib (apel), menandakan kesegaran dan kecantikan; Sir (bawang putih), melambangkan kesehatan dan kedamaian; Serkeh (cuka), menandakan kelestarian, karena cuka mengawetkan makanan; Somagh (sejenis bumbu dapur dan obat), melambangkan kemenangan atas pengaruh jahat; Senjed (buah pohon lotus), sebagai simbol cinta dan perlindungan.

Selain tujuh jenis makanan itu, ada ornamen lainnya seperti ikan dan telur yang dihias sebagai simbol produktivitas dan kreativitas. Ada juga cermin dan lilin, yang melambangkan refleksi masa depan dan cahaya penerang. Satu lagi benda yang wajib ada adalah Quran sebagai lambang kesucian.

Pengalaman saya berkunjung ke acara tahun baru di Iran, biasanya satu atau dua jam menjelang pergantian tahun, mereka berkumpul mengelilingi meja. Setiap keluarga melakukan aktivitas yang beragam. Ada yang mengaji Quran, ada yang bergantian membaca puisi Hafez, ada juga yang hanya sekedar berbincang hangat. Tapi, semua mengakhiri kegiatan mereka dengan merapalkan doa-doa untuk kemudahan di tahun berikutnya. Sebenarnya yang menarik bagi saya, bukan seberapa unik acara nowruz, tapi bagaimana sisi budaya dan nilai agama bisa bertemu dan saling mengisi. Barangkali, inilah yang disebut Gus Dur sebagai upaya “kulturalisasi” agama.  

Di Tanah Air tercinta, kita juga memiliki berbagai perayaan yang terinspirasi dari ajaran agama dan tradisi lokal seperti grebek maulid Nabi, syawalan, syukuran 7 bulan kehamilan, akikah, dan banyak lagi. Sayangnya, sebagian tradisi ada yang mulai jarang kita temui seperti peringatan bubur merah dan putih pada hari Asyura. Bukan hal yang mustahil, bila tidak dijaga dengan baik, kelak tradisi itu hanya akan menjadi cerita anak cucu kita. Sementara, beragama dengan mengabaikan tradisi, akan terasa kering.

Tampaknya, lestarinya tradisi Nowruz hingga kini sebagai bentuk dari “Pribumisasi Islam” di tanah Persia. Sebagaimana ditegaskan Gus Dur dalam “Islamku, Islam Anda dan Islam Kita”(2006:xvii), kejayaan Islam justru terletak pada kemampuan agama ini berkembang secara kultural.

Senin, 09 November 2015

MENANG OJO UMUK, KALAH OJO NGAMUK.



MARAH ADALAH RACUN MENTAL, JIKA DIUMBAR SECARA ASAL AKAN MEMBUAT HIDUP PELAKUNYA TERPENTAL.
Hirup pikuk kampanye jelang pemilihan anggota legislatif 9 April lusa, minggu kemaren telah usai. Ibarat pesta meriah, tentu saja meninggalkan pemandangan yang tidak biasa. Pohon, tiang listrik, pagar depan rumah saya di kampung seketika berubah poster yang tidak saya kenal identitas pemiliknya.

Setelah pesta kampanye usai, pemilik poster yang wajahnya sumgringah, menebar janji, lengkap dengan atribut gelar kesarjanaan, tidak juga datang bertandang untuk menurunkan posternya. Yang menurunkan malah petugas kebersihan lingkungan tempat tinggal. Akhirnya janji tinggal janji yang telah diumbar lewat maklumat di poster, diperdengarkan lewat radio, televisi bahkan media sosial, tinggal kita nantikan pembukitannya, kelak jika dia terpilih. Seandainya tidak terpilih mohon bersabar, mungkin belum jodohnya jadi wakil rakyat. Jika menang mohon jangan ngasorake, sombong dan yang kalah jangan mengamuk.

Tembang Dolanan Anak - Anak Berbahasa Jawa memiliki nilai-nilai luhur budaya nasional.

Tembang Dolanan Anak - Anak Berbahasa Jawa
Tembang dolanan anak berbahasa Jawa memiliki nilai-nilai luhur budaya nasional. Namun sayangnya, tembang dolanan anak-anak berbahasa Jawa pada saat ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah maupun instansi terkait. Pada akhirnya anak-anak sekarang kurang mengenal tembang dolanan Jawa sehingga tembang dolanan berbahasa Jawa ini kurang diminati dan tergerus oleh zaman.
Makalah ini akan memaparkan beberapa aspek tentang makna teks yang tersirat dalam tembang dolanan anak berbahasa Jawa, seperti nilai religius, nilai kebersamaan, nilai kemandirian, instropeksi, dan kerendahan hati (tidak sombong)
Dengan muatan beberapa aspek tersebut secara tidak langsung tembang dolanan anak berbahasa Jawa menyimpan beragam nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia khususnya Jawa. Dalam upaya untuk membangun jatidiri dan karakter bangsa, tembang dolanan anak berbahasa Jawa perlu dikenalkan kepada generasi muda khususnya anak-anak. Mereka adalah pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur.
Negara Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akanl berbagai macam budaya dan kesenian. Kekayaan budaya dan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu kebanggaan dan aset bangsa. Semua negara di dunia telah mengakui akan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia . Bahkan ada negara tetangga, seperti Malaysia berusaha merebut dan mengakui salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kebudayaan mereka. Hal itu tidak boleh dibiarkan, jika ini terjadi maka bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu aset bangsa. Sebagai warga negara yang cinta dan peduli akan kebudayaan tersebut, maka hendaknya selalu berusaha untuk menjaga dan mempertahankannya.
Oleh karena itu, warisan nenek moyang tersebut perlu dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh perkembangan zaman.
Perubahan dan perkembangan zaman terjadi semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat elektronik yang mengakibat terkikisnya kebudayaan warisan nenek moyang yang menyimpan nilai-nilai luhur bangsa. Warisan kebudayaan tersebut meliputi bahasa, adat-istiadat, dan kesenian daerah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kesenian daerah yang pada saat ini banyak yang hilang bahkan hampir punah. Salah satu contoh kesenian daerah tersebut adalah tembang dolanan anak berbahasa Jawa.
Tembang dolanan berbahasa Jawa merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi waktu luang dan juga sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik. Contoh tembang dolanan yang dimaksud adalah cublak-cublak suweng, jaranan, padang bulan, ilir-ilir, dan masih banyak lagi. Tembang dolanan anak merupakan suatu hal yang menarik karena sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang masih suka bermain, didalamnya juga mengandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai moral budi pekerti. Dr. Suharko Kasaran, (Ketua Komisi Nasional Budi Pekerti) mengatakan bahwa apabila anak kurang/tidak dibina pendidikan budi pekerti sedini mungkin, pada umur 14 tahun anak itu akan mengembangkan sikap destruktif (cenderung ke arah brutal). Kurangnya pembinaan atau pedidikan budi pekerti dibuktikan banyaknya kejadian di usia remaja dan dewasa atau tua seperti kenakalan remaja, tawuran massal, pelecehan seksual, dan sebagainya (wawancara Buletin Siang RCTI, 11 Mei 1999).
Menurut Riyadi (dalam Djaka Lodang, 5 Agustus 1989) memerinci sifat lagu dolanan anak-anak yaitu bersifat didaktis dan sosial. Didaktis artinya lagu dolanan itu mengandung unsur pendidikan, baik yang disampaikan secara langsung dalam lirik lagu atau disampaikan secara tersirat, dengan berbagai perumpamaan atau analogi. Salah satu keahlian orang Jawa adalah membuat berbagai ajaran dengan berbagai perumpamaan. Sosial artinya bahwa lagu dolanan memiliki potensi untuk menjalin hubungan sosial anak dan menumbuhkan sifat-sifat sosial.
Pada dasarnya lagu dolanan anak bersifat unik. Artinya, berbeda dengan bentuk lagu/tembang Jawa yang lain. Menurut Danandjaja (1985:19) lagu dolanan anak ada yang termasuk lisan Jawa, yaitu tergolong nyanyian rakyat. Sarwono dkk (1995: 5) menjelaskan bahwa lagu dolanan memiliki aturan, yaitu
1. bahasa sederhana,
2. cengkok sederhana,
3. jumlah baris terbatas,
4. berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak.
Lirik dalam lagu dolanan tersebut tersirat makna religius, kebersamaan, kebangsaan, dan nilai estetis.
Generasi muda terutama anak-anak merupakan pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur. Generasi yang merupakan penerus pembangunan bangsa hendaknya memiliki rasa bangga dan jiwa kepahlawanan untuk menghadapi masalah. Sikap tersebut diawali dengan rasa bangga, ikut memiliki, dan mencintai seni budaya. Melalui seni, seseorang lebih sensitif terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Dengan melihat kenyataan yang ada sekarang ini, sebagai generasi muda haruslah berbuat banyak demi kelestarian budaya dan kesenian tradisional yang hampir punah. Tembang dolanan sebagai warisan nenek moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur harus terus dilestarikan.
Namun ironis, sekarang ini generasi muda khususnya anak-anak yang tinggal di daerah yang banyak mendapat pengaruh budaya modern pada umumnya tidak mengenal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut meskipun mereka orang Jawa. Mereka kurang berminat mempelajari apalagi menghafal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut. Pada saat ini, anak-anak lebih mudah menyanyikan dan menghafal lagu-lagu berbahasa Indonesia daripada tembang dolanan yang menggunakan bahasa Jawa. Hal ini terjadi karena pada umumnya orang tua zaman sekarang meskipun berasal dari etnis Jawa, tetapi mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa pengantar dalam berkomunikasi sehari-hari.
Peranan orang tua dalam melestarikan warisan nenek moyang juga sangat penting karena anak ibarat kertas putih bersih yang belum ternoda. Kalau sejak dini anak-anak diperkenalkan dengan tembang dolanan yang berisi petuah, pendidikan moral, dan budi pekerti, maka kelak jika sudah dewasa akan berakhlak baik.
Meskipun mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tetapi sebagai orang tua hendaknya juga mengajari anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Jawa karena mereka berasal dari etnis Jawa.
Di samping orang tua yang berperan penting, pemerintah juga kurang memperhatikan bahkan mengabaikan adanya tembang dolanan anak berbahasa Jawa.
Hal ini terbukti dengan tidak adanya kepedulian pemerintah untuk ikut melestarikan tembang dolanan tersebut. Ketidakpedulian pemerintah tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya sosialisasi melalui program di televisi yang menayangkan acara khusus tembang dolanan anak yang berbahasa Jawa. Kebanyakan acaranya menggunakan bahasa Indonesia. Kalaupun ada acara musik yang berbahasa Jawa tetapi musik tersebut untuk orang dewasa bukan lagu dolanan untuk anak-anak. Selain perlu diadakannya program khusus untuk tembang dolanan anak-anak, langkah untuk melestarikan kesenian tersebut adalah dengan diadakannya lomba yang khusus menyanyikan tembang dolanan berbahasa Jawa. Langkah selanjutnya adalah melalui sanggar seni dengan mengaplikasikan tembang dolanan anak-anak maupun dewasa, sehingga tembang dolanan tidak lagi dianggap sebagai tembang dolanan semata, tetapi merupakan seni sastra tradisi milik seluruh masyarakat. Kerjasama yang harmonis antara orang tua, lingkungan, pemerintah yang terkait akan mempunyai andil besar dalam upaya melestarikan seni budaya daerah yang merupakan sumber aset budaya nasional.
Gejala yang terjadi menunjukkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan tembang dolanan anak berbahasa Jawa kurang diminati generasi muda khususnya anak-anak. Meskipun dalam lirik tembang tersebut mengandung banyak nasihat, petuah, dan pendidikan yang baik bagi anak-anak. Oleh sebab itu, peneliti tergerak untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi pada saat ini. Data dalam tulisan ini diperoleh dari masyarakat tutur berbahasa Jawa yang masih mengenal tembang dolanan anak-anak.
Teori Pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang sebagai perwujudan hasil pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku, (tingkah laku, solah bawa, muna-muni) yang dilandasi oleh olah dan kegiatan berfikir. Tentu saj proses berfikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik. manifestasi budi pekerti yang baik menurut Surya (1995: 5) disebut juga budi pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia, dinyatakan oleh Simuh (1995: 109) bahwa nilai-nilai budaya dan norma etik Jawa akan berhadga bagi proses keberlangsungan kehidupan. Winarni (1995:2) menyatakan batas budi pekerti identik dengan orang yang berbudi mulia dan utama atau bermoral. Mereka adalah orang yang terpuji. Hal ini diungkapkan oleh Darusuprapto dkk (1990:1) bahwa ajaran moral adalah ajaran yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.

Minggu, 08 November 2015

Wasiat Jihad Kyai Maja Muhammad Al Jawad: Den sira para satria nagari mentaram,

Wasiat Kyai Maja tentang Ahlulbait
Wasiat Jihad Kyai Maja Muhammad Al Jawad: Den sira para satria nagari mentaram, nagari jawi heng dodotira sumimpen, watak wantune sayyidina ngali, sumimpen kawacaksane sayyidina ngali, sumimpen kawacaksane sayyidina kasan, sumimpen kakendale sayyidina kusen, den seksana hing wanci suro landa bakal den sira sirnaake saka tanah jawa, krana sinurung pangribawaning para satrianing muhammad yaitu ngali, kasan, kusen. Sira padha lumaksananna yudha kairing takbir lan shalawat, yen sira gugur hing bantala, cinandra, guguring sakabate sayyidina kusen hing Nainawa,sira kang wicaksana hing yudha,pinates tampa sesilih ali basya (babad prang dipanegara,karya pujangga yasadipura II, surakarta). Terjemahan sbb: Wahai kalian satria mataram, negara jawa tersimpan dalam pemahaman kalian. Pada kalian tersimpan Watak prilaku, kebijaksanaan sayyidina ali dan sayyidina hasan. Tersimpan keberanian al husain, perhatikanlah pada waktu suro belanda akan kalian hilangkan dr tanah jawa, krn terdorong kekuatan para satria muhammad yaitu ali,hasan dan husain. Berperanglah teriring takbir dan shalawat, jika kalian syahid maka akan tercatat spt syahid nya para sahabat al husain di nainawa.
Engkau yang bijaksana dalam peperangan, pantas mendapat julukan Ali Basya

Jumat, 06 November 2015

Mayor Jendral Purnawirawan Kivlan Zein menyatakan jika program Jokowi terkait revolusi mental… voa-islam.com

Jakarta (voa-islam.com) - Mayor Jendral Purnawirawan Kivlan Zein menyatakan jika program Jokowi terkait revolusi mental merupakan hasil adopsi dari apa yang pernah diucapkan oleh mantan ketua PKI di tahun 60′an, Dipa Nusantara Aidit. Dengan keras ia menyatakan jika revolusi mental merupakan turunan dari PKI (Partai Komunis Indonesia).
Hal itu dikatakan oleh Kivlan Zein saat menghadiri acara Sayap Tanah Air di Sukmajaya, Depok, Kamis (27/6/14).
“Sekarang kita sudah diatas angin dan mereka kotak-kotak me resah dan takut sehingga meraka membuat on dengan membakar dan mencabut banyak atrib kita sehingga terjadi bentrok. Revolusi yang mereka gadang adalah turunan dari PKI karena pertama kali yang menyatakan Revolusi mental adalah Aidit. Kita tahu Aidit adalah tokoh PKI, oleh sebab itu beritahu kepada masyarakat semua tentang revolusi mental ,” jelasnya.
Fadli Zon : Revolusi Mental Jokowi Ikuti Visi Komunis Mao Tse Tung
Menanggapi 'Revolusi Mental' ala Jokowi itu, kemudian Fadli Zon dalam cuitannya juga menyebut Karl Marx menggunakan istilah 'Revolusi Mental' pada tahun 1869 dalam karyanya, Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte, cetus Fadli Zon.
Selanjutnya, menurut Fadli, “Aidit PKI, hilangkan nama Achmad dari nama depannya dan ganti dengan Dipa Nusantara (DN) dengan alasan 'Revolusi Mental' yaitu hapus yang berbau agama,” sambungnya.
Aidit PKI, hilangkan nama Achmad dari nama depannya dan ganti dengan Dipa Nusantara (DN) dengan alasan 'Revolusi Mental' yaitu hapus yang berbau agama
Namun, menurut Frances Wood, mahasiswa Inggris, mengatakan, sejak 1966 Cina diramaikan hiruk-pikuk gerakan antikapitalisme. Tentara Merah menyerang para dosen, dokter, seniman, novelis, dan mereka yang dianggap tidak mewakili kaum proletar.
Gonjang-ganjing terus berlangsung sampai tahun 1975, meski tak lagi diwarnai kekejaman. Frances Wood, mahasiswi Inggris yang belajar di Institut Bahasa Asing dan Universitas Beijing tahun 1975 – 1976, ikut menyaksikan “The Great Proletarian Cultural Revolution”, yang pada masa Mao Zedong diteriakkan dengan penuh semangat, belakangan justru dianggap sebagai “Dasawarsa Penuh Bencana”.
Ketika saya belajar sastra Cina di Universitas Cambridge, 1968 – 1971, Cina sedang berada di puncak Revolusi Kebudayaan. Dunia luar tak banyak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kecuali laporan media massa Eropa tentang mayat-mayat yang hanyut di Pearl River, dekat Hongkong dan Makao.
Selain menutup diri, negeri itu menolak segala yang berunsur Barat. Sebagai mahasiswa yang ingin belajar lebih lanjut, saya tak punya harapan untuk pergi ke Cina. Tapi dari sumber kepustakaan saya tahu, Cina senantiasa berubah seirama dengan perubahan kebijakan para pemimpinnya. Saya hanya bisa berharap dari perubahan itu.
Pemimpin Besar Mao Tse Tung memainkan peran penting sejak berdirinya Republik Rakyat Cina pada 1949.
Ia menyingkirkan para pesaing dan musuhnya. Misalnya, ia menyerukan gerakan Anti-Kanan pada 1957 untuk menyingkirkan Zhou Enlai, pelopor gerakan Seratus Bunga tahun 1956.
Mao memprakarsai gerakan “Lompatan Jauh ke Depan” pada 1958 untuk memberi warna khusus bagi komunisme Cina. Berbeda dengan Soviet yang bertumpu pada industri berat, Mao menggalakkan pertanian yang ditunjang industri kecil di pedesaan. “Kalau Stalin hanya punya satu kaki, industri berat, kita punya dua kaki, yakni pertanian dan industri kecil,” ucap Mao.
Para pejabat sadar, ambisi Mao terlalu utopis. Tapi karena takut, mereka memberi laporan ABS. Angka produksi digelembungkan, data dan foto hasil panen direkayasa, sementara kenyataannya para petani menderita. Sepanjang 1958 – 1961 tak kurang dari 30 juta orang meninggal karena kelaparan.
Akhir 1958 Mao mundur dari jabatan sebagai pimpinan Partai Komunis. Ia sengaja mengambil jarak dari pusat kekuasaan agar bisa melihat betapa para pimpinan menjadi borjuis dan korup. Rakyat kehilangan semangat revolusioner. Bagi Mao, kenyataan itu tak bisa dibiarkan. Harus ada reformasi untuk meluruskan kembali jalan revolusi. Itulah Revolusi Kebudayaan. “Kebudayaan” tidak hanya berarti kesenian, melainkan seluruh aspek dan lembaga kemasyarakatan.
Mao mengerahkan ribuan pelajar dan mahasiswa ke Lapangan Tiananmen di pusat Kota Beijing. Mereka membawa buku kecil warna merah, The Little Red Book, berisi kutipan naskah-naskah pidato Mao.
Belakangan gerakan diperluas ke kalangan pekerja, buruh, dan petani. Mereka mengecam siapa pun yang berada dalam posisi pimpinan. Sering kecaman berubah menjadi sanksi atau hukuman. Korban berjatuhan, baik karena hukuman maupun bunuh diri.
Seorang dokter ahli bedah otak, misalnya, tiba-tiba dimutasi menjadi petugas kebersihan WC. Dosen atau petinggi universitas dialihtugaskan ke peternakan babi. Birokrat dikirim ke pedalaman agar menghayati keadaan rakyat.
Revolusi Kebudayaan juga menyertakan istri Mao, mantan bintang film tak terkenal Jiang Qing, untuk menyingkirkan para pesaingnya dalam ranah kesenian. Opera, film, dan panggung teater didominasi produksi Madam Mao. Lukisan bunga dan alam tak boleh dipasang, diganti gambar bendera merah, traktor di ladang, atau gambar Mao dalam ekspresi heroik.
Kaum perempuan tak boleh lagi berambut panjang dan dandan sesukanya. Jika ketahuan Tentara Merah, rambut mereka akan dipotong dan celana panjang ketat mereka akan dirobek di depan umum. Banyak pengarang dipenjara, dibuang ke kamp kerja paksa, atau dibiarkan frustrasi hingga bunuh diri. Beberapa pemusik atau pianis dipotong jarinya oleh Tentara Merah.
Sejak 1971 keadaan menjadi normal dalam versi Mao. Sekolah dan universitas dibuka kembali dengan syarat hanya buruh dan petani yang boleh belajar. Mahasiswa asing dan turis boleh datang, meski dalam wilayah terbatas. Para turis hanya disuguhi traktor dan sistem irigasi disertai pidato propaganda.
Saya beruntung tahun itu bisa ikut dalam rombongan pertama mahasiswa asing yang mengunjungi Cina setelah tertutup sejak 1966. Saya senang bukan karena bisa berkomunikasi dengan rakyat Cina dalam bahasa mereka, tetapi karena setiap kali bisa berbagi makan dengan mereka yang ternyata memang kelaparan.
Mungkinkah yang dimaksudkan 'Revolusi Mental' ala Jokowi itu, juga 'Revolusi Kebudayaan' ala Mao Tse Tung? Revolusi yang dijalankan oleh Mao di daratan Cina, dan mengubah rakyatnya secara radikal dengan dasar ideologi komunis. (jj/berbagaisumber/voa-islam.com)
sMayor Jendral Purnawirawan Kivlan Zein menyatakan jika program Jokowi terkait revolusi mental merupakan hasil adopsi dari apa yang pernah diucapkan oleh mantan ketua PKI di tahun 60′an, DN Aidit. Dengan keras ia menyatakan jika revolusi mental merupakan turunan dari PKI.
Hal itu dikatakan oleh Kivlan Zein saat menghadiri acara Sayap Tanah Air di Sukmajaya, Depok, Kamis (27/6/14).
“Sekarang kita sudah diatas angin dan mereka kotak-kotak me resah dan takut sehingga meraka membuat on dengan membakar dan mencabut banyak atrib kita sehingga terjadi bentrok. Revolusi yang mereka gadang adalah turunan dari PKI karena pertama kali yang menyatakan Revolusi mental adalah Aidit. Kita tahu Aidit adalah tokoh PKI, oleh sebab itu beritahu kepada masyarakat semua tentang revolusi mental ,” jelasnya.
Sementara itu, Walikota Depok, Nur Mahmudi I’smail yang turut hadir dalam orasi politiknya mengajak para relawan untuk tidak lengah dan mengajak para masyarakat serta kader untuk datang ke TPS pada tanggal 9 Juli mendatang.
“Pentingnya relawan sangat dibutuhkan dalam menangkal isu-isu negatif serta money politik. Oleh sebab itu relawan tidak boleh lengah, relawan juga harus hadir di setiap TPS. Kawal terus jangan sampai ada kekeliruan yang tidak di inginkan,”ungkap Mahmudi dalam orasinya.
- See more at: http://depoknews.com/revolusi-mental-hasil-adopsi-dari-uc…/…
- See more at: http://www.voa-islam.com/…/konsep-revolusi-mental-jokowi-…/…
Mayor Jendral Purnawirawan Kivlan Zein menyatakan jika program Jokowi terkait revolusi mental…
voa-islam.com

Senin, 02 November 2015

Indonesia Darurat Wahabi.


Kyai Said Agil: ‘Indonesia Darurat Wahabi!”
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan keprihatinannya atas berkembangnya kelompok Wahabi di Indonesia, yang dinilainya mengancam identitas kebangsaan dan keberadaan NKRI. Diantaranya, kelompok tersebut mengharamkan pengibaran bendea merah putih.
“Indonesia sudah darurat wahabi, sementara kalau yang lain masih dalam kategori bahaya, seperti bahaya liberal, bahaya sekuler,” katanya ketika memberikan sambutan pada acara pembubaran Panitia Muktamar ke-33 NU di Jakarta, Jum’at (30/10).
Kelompok wahabi, kata kiai Said, berusaha mengembangkan sayapnya di perkotaan sampai daerah terpencil. Di daerah pertambangan yang berlokasi di daerah-daerah terpencil atau bahkan di tengah hutan, banyak masjid dikelola oleh kelompok wahabi.
Di sisi lain, kelompok tersebut juga masuk ke kampus-kampus. Bahkan menurut laporan yang disampaikan kepadanya, sebuah perguruan tinggi negeri bergengsi di Jabar, dipimpin oleh orang wahabi, sampai-sampai ketika jaringan anak muda NU ingin mengundang Menristek Dikti, pihak kampus tidak mau mengizinkannya, akhirnya Menristek diundang, tetapi tidak dalam kapasitasnya sebagai menteri.
Demikian pula, dari pengalaman pribadinya saat berceramah di ITS Surabaya, ada segelintir mahasiswa yang kemudian keluar.
Dengan berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapi, ia tetap yakin NU akan semakin jaya. Ia mengisahkan, saat Gus Dur menjadi presiden, sangat sulit mencari orang NU yang bisa menduduki posisi-posisi strategis. Hanya dalam beberapa tahun, NU telah mampu melahirkan banyak sekali kader NU yang mumpuni di berbagai bidang.
“Jika dulu kompetensinya hanya dalam bidang agama, sekarang sudah tersebar di berbagai bidang keilmuan,” katanya yang kemudian menunjuk salah satu kader NU lulusan ekonomi dari sebuah universitas di Inggris.
Ketua Panitia Muktamar H Imam Aziz dalam sambutannya menyatakan, muktamar sudah dipersiapkan sedemikian rupa, tetapi ternyata beberapa persoalan di lapangan tidak sesuai dengan skenario, terutama menyangkut registrasi. Menurutnya, ini adalah sebuah pelajaran berharga yang bisa dimanfaatkan untuk muktamar lima tahun mendatang.
“Sistem database yang digunakan untuk muktamar bisa dimanfaatkan untuk database NU,” katanya.
Mengenai laporan keuangan, ia mengungkapkan, terdapat minus lebih dari dua milyar, tetapi sudah ditutup oleh kepengurusan PBNU periode ini.
Pembubaran panitia diakhiri dengan salam-salaman sebagai simbol permintaan maaf atas segala salah dan khilaf saat bersama-sama terlibat dalam satu tim untuk mensukseskan muktamar ke-33 NU.

Kamis, 29 Oktober 2015

Beredar Surat Teguran Komnas HAM kepada Walikota Bogor Terkait Larangan Peringatan Asyura


surat teguran komnas ham 
Jakarta.  Penerbitan Surat Edaran nomor 300/1321-Kesbangpol tentang larangan terhadap Perayaan Asyura (Hari Raya Kaum Syiah) di Kota Bogor, oleh Walikota Bogor Bima Arya rupanya berbuntut dilayangkannya surat teguran oleh Komnas Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Hal tersebut terungkap setelah beredarnya surat teguran nomor 007/TIM-KBB/X/2015 tertanggal 27 Oktober 2015 yang dilayangkan Komnas Ham kepada Walikota Bogor.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa dasar diterbitkannya surat teguran kepada walikota bogor karena adanya laporan dari masyarakat yang mempermasalahkan surat edaran tertanggal 22 Oktober 2015.
Komnas HAM menilai walikota Bogor telah melakukan pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan penganut Islam Syiah di kota Bogor karena dianggap telah membatasi  kebebasan mereka untuk merayakan hari besar keagamaannya.
Surat yang ditandatangani oleh Komisioner Komnas HAM, M. Imdadun Rahmat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua Komnas HAM, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
Sebelumnya dilansir oleh inilahcom, Walikota Bogor Bima Arya melarang kegiatan perayaan Asyura (Hari Raya Kaum Syiah) di Kota Bogor. Larangan tersebut tertuang dalam surat edaran yang ditandatangani Bima Arya, 22 Oktober 2015.
Dalam surat bernomor 300/321/Kesbangpol itu disebutkan larangan perayaan Asyura di kota Bogor dibuat untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban Kota Bogor.
Surat edaran dibuat dengan memperhatikan sikap dan respon Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor, surat pernyataan Ormas Islam di Kota Bogor tentang penolakan terhadap segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah di wilayah kota Bogor.
Selain melarang perayaan Asyura, Walikota Bogor juga melarang jemaat Syiah agar tidak memobilisasi masyarakat baik internal, antardesa/kelurahan atau mendatangkan anggota Syiah dari luar daerah Bogor.
Menurut Bima Arya, pelarangan perayaan Asyura (hari raya kaum Syiah) di Kota Bogor, dilakukan murni masalah keamanan. Pihaknya melakukan langkah preventif, lantaran situasi pada saat itu cukup rawan.
“Berdasarkan informasi intelijen, tindakan harus diambil karena adanya ancaman yang sudah sangat membahayakan. Itu murni masalah keamanan,” kata Bima Arya, usai acara diskusi di PP Muhammadiyah, Jakarta, dikutip dari viva.co.id, Rabu (28/10/15).
Menurut Bima, larangan yang dikeluarkan Pemkot Bogor, hanya berlaku dalam konteks aktivitas Asyura di hari tersebut. Sebab, sebagai wali kota, dia mengaku tak memiliki otoritas dan melarang sesuatu terkait akidah. (sbb/dakwatuna).
surat teguran komnas hamSurat teguran komnas HAM 1