Tembang Dolanan Anak - Anak Berbahasa Jawa
Tembang dolanan anak berbahasa Jawa memiliki nilai-nilai luhur budaya nasional. Namun sayangnya, tembang dolanan anak-anak berbahasa Jawa pada saat ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah maupun instansi terkait. Pada akhirnya anak-anak sekarang kurang mengenal tembang dolanan Jawa sehingga tembang dolanan berbahasa Jawa ini kurang diminati dan tergerus oleh zaman.
Makalah ini akan memaparkan beberapa aspek tentang makna teks yang tersirat dalam tembang dolanan anak berbahasa Jawa, seperti nilai religius, nilai kebersamaan, nilai kemandirian, instropeksi, dan kerendahan hati (tidak sombong)
Dengan muatan beberapa aspek tersebut secara tidak langsung tembang dolanan anak berbahasa Jawa menyimpan beragam nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia khususnya Jawa. Dalam upaya untuk membangun jatidiri dan karakter bangsa, tembang dolanan anak berbahasa Jawa perlu dikenalkan kepada generasi muda khususnya anak-anak. Mereka adalah pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur.
Negara Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akanl berbagai macam budaya dan kesenian. Kekayaan budaya dan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu kebanggaan dan aset bangsa. Semua negara di dunia telah mengakui akan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia . Bahkan ada negara tetangga, seperti Malaysia berusaha merebut dan mengakui salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kebudayaan mereka. Hal itu tidak boleh dibiarkan, jika ini terjadi maka bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu aset bangsa. Sebagai warga negara yang cinta dan peduli akan kebudayaan tersebut, maka hendaknya selalu berusaha untuk menjaga dan mempertahankannya.
Oleh karena itu, warisan nenek moyang tersebut perlu dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh perkembangan zaman.
Perubahan dan perkembangan zaman terjadi semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat elektronik yang mengakibat terkikisnya kebudayaan warisan nenek moyang yang menyimpan nilai-nilai luhur bangsa. Warisan kebudayaan tersebut meliputi bahasa, adat-istiadat, dan kesenian daerah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kesenian daerah yang pada saat ini banyak yang hilang bahkan hampir punah. Salah satu contoh kesenian daerah tersebut adalah tembang dolanan anak berbahasa Jawa.
Tembang dolanan berbahasa Jawa merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi waktu luang dan juga sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik. Contoh tembang dolanan yang dimaksud adalah cublak-cublak suweng, jaranan, padang bulan, ilir-ilir, dan masih banyak lagi. Tembang dolanan anak merupakan suatu hal yang menarik karena sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang masih suka bermain, didalamnya juga mengandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai moral budi pekerti. Dr. Suharko Kasaran, (Ketua Komisi Nasional Budi Pekerti) mengatakan bahwa apabila anak kurang/tidak dibina pendidikan budi pekerti sedini mungkin, pada umur 14 tahun anak itu akan mengembangkan sikap destruktif (cenderung ke arah brutal). Kurangnya pembinaan atau pedidikan budi pekerti dibuktikan banyaknya kejadian di usia remaja dan dewasa atau tua seperti kenakalan remaja, tawuran massal, pelecehan seksual, dan sebagainya (wawancara Buletin Siang RCTI, 11 Mei 1999).
Menurut Riyadi (dalam Djaka Lodang, 5 Agustus 1989) memerinci sifat lagu dolanan anak-anak yaitu bersifat didaktis dan sosial. Didaktis artinya lagu dolanan itu mengandung unsur pendidikan, baik yang disampaikan secara langsung dalam lirik lagu atau disampaikan secara tersirat, dengan berbagai perumpamaan atau analogi. Salah satu keahlian orang Jawa adalah membuat berbagai ajaran dengan berbagai perumpamaan. Sosial artinya bahwa lagu dolanan memiliki potensi untuk menjalin hubungan sosial anak dan menumbuhkan sifat-sifat sosial.
Pada dasarnya lagu dolanan anak bersifat unik. Artinya, berbeda dengan bentuk lagu/tembang Jawa yang lain. Menurut Danandjaja (1985:19) lagu dolanan anak ada yang termasuk lisan Jawa, yaitu tergolong nyanyian rakyat. Sarwono dkk (1995: 5) menjelaskan bahwa lagu dolanan memiliki aturan, yaitu
1. bahasa sederhana,
2. cengkok sederhana,
3. jumlah baris terbatas,
4. berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak.
Lirik dalam lagu dolanan tersebut tersirat makna religius, kebersamaan, kebangsaan, dan nilai estetis.
Generasi muda terutama anak-anak merupakan pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur. Generasi yang merupakan penerus pembangunan bangsa hendaknya memiliki rasa bangga dan jiwa kepahlawanan untuk menghadapi masalah. Sikap tersebut diawali dengan rasa bangga, ikut memiliki, dan mencintai seni budaya. Melalui seni, seseorang lebih sensitif terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Dengan melihat kenyataan yang ada sekarang ini, sebagai generasi muda haruslah berbuat banyak demi kelestarian budaya dan kesenian tradisional yang hampir punah. Tembang dolanan sebagai warisan nenek moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur harus terus dilestarikan.
Namun ironis, sekarang ini generasi muda khususnya anak-anak yang tinggal di daerah yang banyak mendapat pengaruh budaya modern pada umumnya tidak mengenal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut meskipun mereka orang Jawa. Mereka kurang berminat mempelajari apalagi menghafal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut. Pada saat ini, anak-anak lebih mudah menyanyikan dan menghafal lagu-lagu berbahasa Indonesia daripada tembang dolanan yang menggunakan bahasa Jawa. Hal ini terjadi karena pada umumnya orang tua zaman sekarang meskipun berasal dari etnis Jawa, tetapi mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa pengantar dalam berkomunikasi sehari-hari.
Peranan orang tua dalam melestarikan warisan nenek moyang juga sangat penting karena anak ibarat kertas putih bersih yang belum ternoda. Kalau sejak dini anak-anak diperkenalkan dengan tembang dolanan yang berisi petuah, pendidikan moral, dan budi pekerti, maka kelak jika sudah dewasa akan berakhlak baik.
Meskipun mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tetapi sebagai orang tua hendaknya juga mengajari anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Jawa karena mereka berasal dari etnis Jawa.
Di samping orang tua yang berperan penting, pemerintah juga kurang memperhatikan bahkan mengabaikan adanya tembang dolanan anak berbahasa Jawa.
Hal ini terbukti dengan tidak adanya kepedulian pemerintah untuk ikut melestarikan tembang dolanan tersebut. Ketidakpedulian pemerintah tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya sosialisasi melalui program di televisi yang menayangkan acara khusus tembang dolanan anak yang berbahasa Jawa. Kebanyakan acaranya menggunakan bahasa Indonesia. Kalaupun ada acara musik yang berbahasa Jawa tetapi musik tersebut untuk orang dewasa bukan lagu dolanan untuk anak-anak. Selain perlu diadakannya program khusus untuk tembang dolanan anak-anak, langkah untuk melestarikan kesenian tersebut adalah dengan diadakannya lomba yang khusus menyanyikan tembang dolanan berbahasa Jawa. Langkah selanjutnya adalah melalui sanggar seni dengan mengaplikasikan tembang dolanan anak-anak maupun dewasa, sehingga tembang dolanan tidak lagi dianggap sebagai tembang dolanan semata, tetapi merupakan seni sastra tradisi milik seluruh masyarakat. Kerjasama yang harmonis antara orang tua, lingkungan, pemerintah yang terkait akan mempunyai andil besar dalam upaya melestarikan seni budaya daerah yang merupakan sumber aset budaya nasional.
Gejala yang terjadi menunjukkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan tembang dolanan anak berbahasa Jawa kurang diminati generasi muda khususnya anak-anak. Meskipun dalam lirik tembang tersebut mengandung banyak nasihat, petuah, dan pendidikan yang baik bagi anak-anak. Oleh sebab itu, peneliti tergerak untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi pada saat ini. Data dalam tulisan ini diperoleh dari masyarakat tutur berbahasa Jawa yang masih mengenal tembang dolanan anak-anak.
Teori Pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang sebagai perwujudan hasil pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku, (tingkah laku, solah bawa, muna-muni) yang dilandasi oleh olah dan kegiatan berfikir. Tentu saj proses berfikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik. manifestasi budi pekerti yang baik menurut Surya (1995: 5) disebut juga budi pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia, dinyatakan oleh Simuh (1995: 109) bahwa nilai-nilai budaya dan norma etik Jawa akan berhadga bagi proses keberlangsungan kehidupan. Winarni (1995:2) menyatakan batas budi pekerti identik dengan orang yang berbudi mulia dan utama atau bermoral. Mereka adalah orang yang terpuji. Hal ini diungkapkan oleh Darusuprapto dkk (1990:1) bahwa ajaran moral adalah ajaran yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.
Tembang dolanan anak berbahasa Jawa memiliki nilai-nilai luhur budaya nasional. Namun sayangnya, tembang dolanan anak-anak berbahasa Jawa pada saat ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah maupun instansi terkait. Pada akhirnya anak-anak sekarang kurang mengenal tembang dolanan Jawa sehingga tembang dolanan berbahasa Jawa ini kurang diminati dan tergerus oleh zaman.
Makalah ini akan memaparkan beberapa aspek tentang makna teks yang tersirat dalam tembang dolanan anak berbahasa Jawa, seperti nilai religius, nilai kebersamaan, nilai kemandirian, instropeksi, dan kerendahan hati (tidak sombong)
Dengan muatan beberapa aspek tersebut secara tidak langsung tembang dolanan anak berbahasa Jawa menyimpan beragam nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia khususnya Jawa. Dalam upaya untuk membangun jatidiri dan karakter bangsa, tembang dolanan anak berbahasa Jawa perlu dikenalkan kepada generasi muda khususnya anak-anak. Mereka adalah pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur.
Negara Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akanl berbagai macam budaya dan kesenian. Kekayaan budaya dan kesenian yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan suatu kebanggaan dan aset bangsa. Semua negara di dunia telah mengakui akan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia . Bahkan ada negara tetangga, seperti Malaysia berusaha merebut dan mengakui salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kebudayaan mereka. Hal itu tidak boleh dibiarkan, jika ini terjadi maka bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu aset bangsa. Sebagai warga negara yang cinta dan peduli akan kebudayaan tersebut, maka hendaknya selalu berusaha untuk menjaga dan mempertahankannya.
Oleh karena itu, warisan nenek moyang tersebut perlu dilestarikan agar tidak punah tergerus oleh perkembangan zaman.
Perubahan dan perkembangan zaman terjadi semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin canggihnya alat-alat elektronik yang mengakibat terkikisnya kebudayaan warisan nenek moyang yang menyimpan nilai-nilai luhur bangsa. Warisan kebudayaan tersebut meliputi bahasa, adat-istiadat, dan kesenian daerah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kesenian daerah yang pada saat ini banyak yang hilang bahkan hampir punah. Salah satu contoh kesenian daerah tersebut adalah tembang dolanan anak berbahasa Jawa.
Tembang dolanan berbahasa Jawa merupakan sarana untuk bersenang-senang dalam mengisi waktu luang dan juga sebagai sarana komunikasi yang mengandung pesan mendidik. Contoh tembang dolanan yang dimaksud adalah cublak-cublak suweng, jaranan, padang bulan, ilir-ilir, dan masih banyak lagi. Tembang dolanan anak merupakan suatu hal yang menarik karena sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang masih suka bermain, didalamnya juga mengandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai moral budi pekerti. Dr. Suharko Kasaran, (Ketua Komisi Nasional Budi Pekerti) mengatakan bahwa apabila anak kurang/tidak dibina pendidikan budi pekerti sedini mungkin, pada umur 14 tahun anak itu akan mengembangkan sikap destruktif (cenderung ke arah brutal). Kurangnya pembinaan atau pedidikan budi pekerti dibuktikan banyaknya kejadian di usia remaja dan dewasa atau tua seperti kenakalan remaja, tawuran massal, pelecehan seksual, dan sebagainya (wawancara Buletin Siang RCTI, 11 Mei 1999).
Menurut Riyadi (dalam Djaka Lodang, 5 Agustus 1989) memerinci sifat lagu dolanan anak-anak yaitu bersifat didaktis dan sosial. Didaktis artinya lagu dolanan itu mengandung unsur pendidikan, baik yang disampaikan secara langsung dalam lirik lagu atau disampaikan secara tersirat, dengan berbagai perumpamaan atau analogi. Salah satu keahlian orang Jawa adalah membuat berbagai ajaran dengan berbagai perumpamaan. Sosial artinya bahwa lagu dolanan memiliki potensi untuk menjalin hubungan sosial anak dan menumbuhkan sifat-sifat sosial.
Pada dasarnya lagu dolanan anak bersifat unik. Artinya, berbeda dengan bentuk lagu/tembang Jawa yang lain. Menurut Danandjaja (1985:19) lagu dolanan anak ada yang termasuk lisan Jawa, yaitu tergolong nyanyian rakyat. Sarwono dkk (1995: 5) menjelaskan bahwa lagu dolanan memiliki aturan, yaitu
1. bahasa sederhana,
2. cengkok sederhana,
3. jumlah baris terbatas,
4. berisi hal-hal yang selaras dengan keadaan anak.
Lirik dalam lagu dolanan tersebut tersirat makna religius, kebersamaan, kebangsaan, dan nilai estetis.
Generasi muda terutama anak-anak merupakan pemegang tongkat estafet perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila mereka kurang pemahaman dan pengalaman pada potensi seni budaya bangsa dikhawatirkan kelak bangsa ini akan kehilangan jatidiri dan karakter yang berbudi luhur. Generasi yang merupakan penerus pembangunan bangsa hendaknya memiliki rasa bangga dan jiwa kepahlawanan untuk menghadapi masalah. Sikap tersebut diawali dengan rasa bangga, ikut memiliki, dan mencintai seni budaya. Melalui seni, seseorang lebih sensitif terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Dengan melihat kenyataan yang ada sekarang ini, sebagai generasi muda haruslah berbuat banyak demi kelestarian budaya dan kesenian tradisional yang hampir punah. Tembang dolanan sebagai warisan nenek moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur harus terus dilestarikan.
Namun ironis, sekarang ini generasi muda khususnya anak-anak yang tinggal di daerah yang banyak mendapat pengaruh budaya modern pada umumnya tidak mengenal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut meskipun mereka orang Jawa. Mereka kurang berminat mempelajari apalagi menghafal tembang dolanan berbahasa Jawa tersebut. Pada saat ini, anak-anak lebih mudah menyanyikan dan menghafal lagu-lagu berbahasa Indonesia daripada tembang dolanan yang menggunakan bahasa Jawa. Hal ini terjadi karena pada umumnya orang tua zaman sekarang meskipun berasal dari etnis Jawa, tetapi mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu atau bahasa pengantar dalam berkomunikasi sehari-hari.
Peranan orang tua dalam melestarikan warisan nenek moyang juga sangat penting karena anak ibarat kertas putih bersih yang belum ternoda. Kalau sejak dini anak-anak diperkenalkan dengan tembang dolanan yang berisi petuah, pendidikan moral, dan budi pekerti, maka kelak jika sudah dewasa akan berakhlak baik.
Meskipun mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tetapi sebagai orang tua hendaknya juga mengajari anak-anak mereka untuk menggunakan bahasa Jawa karena mereka berasal dari etnis Jawa.
Di samping orang tua yang berperan penting, pemerintah juga kurang memperhatikan bahkan mengabaikan adanya tembang dolanan anak berbahasa Jawa.
Hal ini terbukti dengan tidak adanya kepedulian pemerintah untuk ikut melestarikan tembang dolanan tersebut. Ketidakpedulian pemerintah tersebut dapat dilihat dengan tidak adanya sosialisasi melalui program di televisi yang menayangkan acara khusus tembang dolanan anak yang berbahasa Jawa. Kebanyakan acaranya menggunakan bahasa Indonesia. Kalaupun ada acara musik yang berbahasa Jawa tetapi musik tersebut untuk orang dewasa bukan lagu dolanan untuk anak-anak. Selain perlu diadakannya program khusus untuk tembang dolanan anak-anak, langkah untuk melestarikan kesenian tersebut adalah dengan diadakannya lomba yang khusus menyanyikan tembang dolanan berbahasa Jawa. Langkah selanjutnya adalah melalui sanggar seni dengan mengaplikasikan tembang dolanan anak-anak maupun dewasa, sehingga tembang dolanan tidak lagi dianggap sebagai tembang dolanan semata, tetapi merupakan seni sastra tradisi milik seluruh masyarakat. Kerjasama yang harmonis antara orang tua, lingkungan, pemerintah yang terkait akan mempunyai andil besar dalam upaya melestarikan seni budaya daerah yang merupakan sumber aset budaya nasional.
Gejala yang terjadi menunjukkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan tembang dolanan anak berbahasa Jawa kurang diminati generasi muda khususnya anak-anak. Meskipun dalam lirik tembang tersebut mengandung banyak nasihat, petuah, dan pendidikan yang baik bagi anak-anak. Oleh sebab itu, peneliti tergerak untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi pada saat ini. Data dalam tulisan ini diperoleh dari masyarakat tutur berbahasa Jawa yang masih mengenal tembang dolanan anak-anak.
Teori Pendidikan Budi Pekerti
Budi pekerti adalah watak dan perbuatan seseorang sebagai perwujudan hasil pemikiran. Budi pekerti itu merupakan sikap dan perilaku, (tingkah laku, solah bawa, muna-muni) yang dilandasi oleh olah dan kegiatan berfikir. Tentu saj proses berfikir yang sehat sehingga menghasilkan budi pekerti yang baik. manifestasi budi pekerti yang baik menurut Surya (1995: 5) disebut juga budi pekerti luhur. Budi pekerti memiliki peranan tertentu dalam kehidupan manusia, dinyatakan oleh Simuh (1995: 109) bahwa nilai-nilai budaya dan norma etik Jawa akan berhadga bagi proses keberlangsungan kehidupan. Winarni (1995:2) menyatakan batas budi pekerti identik dengan orang yang berbudi mulia dan utama atau bermoral. Mereka adalah orang yang terpuji. Hal ini diungkapkan oleh Darusuprapto dkk (1990:1) bahwa ajaran moral adalah ajaran yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan yang pada hakikatnya merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar